Pernah terlibat dalam sebuah diskusi, dimana di situ ditekankan berbuat baik. Pokoknya berbuat baik saja, pasti aman sejahtera hidupnya. Tetapi menurut saya, baik saja tidak cukup. Harus benar juga. Perbuatan baik yang tidak benar, kadang membuat pelakunya jadi terperosok ke lembah persoalan hidup.
Contoh: baik sama janda, sementara ia pria beristri. Baik sama bapak-bapak kesepian, rela jadi yang nomor dua karena baik pada mereka. Baik sama anak, selalu dimanja padahal anak berbuat kesalahan. Baik pada istri, rela menuruti semua keinginan istri meskipun harus korupsi. Baik pada laki-laki atau perempuan yang bukan muhrim, sampai mau diajak berduaan untuk empati dengan curhatannya. Dan lain sebagainya.
Tampaknya baikkan perbuatan itu? demi memberikan kebaikan untuk orang lain. Tetapi ujungnya bisa bikin masalah, karena perbuatan itu tidak benar. Lalu pertanyaannya, batasan kebenaran mana yang dipakai? karena kebenaran yang dipegang setiap orang bisa jadi berbeda-beda?
Kalau menurut saya, kebenaran yang dipegang adalah kebenaran dari Agama. Kenapa? karena agama sudah memberikan tuntunan hidup yang sangat lengkap dari bangun tidur sampai tidur lagi. Tuntunan bagaimana hidup berumah tangga, hidup bersosial, mendidik anak, urusan harta waris, pernikahan, dan tetek bengek urusan manusia sudah dijabarkan semua dalam agama. Bagi saya, karena saya muslim berarti kebenaran yang sudah dituntunkan agama Islam yang saya pegang.
Hal-hal yang bertentangan dengan aturan agama, berarti itu tidak benar dan musti tidak saya lakukan. Nah kadangkala karena kehidupan semakin bebas, semakin tanpa batasan batasan, sehingga orang seringkali kehilangan pegangan atas kebenaran mereka. Akhirnya yang penting baik, benar atau salah tabras saja. Sehingga dampaknya bukan ke siapa-siapa, ya ke mereka sendiri yang akhirnya menderita.
Contohnya disukai pria beristri. Karena merasa itu tidak salah dan dia merasa berbuat baik yaitu dengan menerima cinta si pria akhirnya rela dinikah siri, atau bahkan rela menjadi wanita simpanan. Akhirnya apa? hubungan yang tidak syah hitam di atas putihnya selalu rentan dengan kezaliman. Saat si pria sudah merasa tidak butuh lagi, dengan mudah mencampakkan. Siapa yang menderita? ya perempuan itu tentu saja. Dan pastinya juga si lelakinya, pasti mendapatkan balasan yang setimpal akibat menyakiti hati istri syahnya. Berbohong dan tidak jujur. Semua pasti mendapat balasannya.
Seringkali orang mengalami penderitaannya sendiri karena ia sendri sebenarnya yang mengundang penderitaannya itu. Ia tidak bisa membedakan mana baik dan benar. Asal baik saja, dilakukan padahal belum tentu benar.
Sebenarnya jika kita menggunakan hati nurani, sebenarnya hati kita bisa kok membedakan mana benar dan salah. Tetapi seringkali hati nurani kita sudah keruh oleh kotornya hati, sehingga tidak bisa melihat perbedaannya.
Semoga catatan ini menjadi pengingat kita bahwa kita memang musti senantiasa eling lan waspodo.
Penulis: Zakiyah Darojah