Kenapa Orang Baik Malah Terluka?

Orang baik, mungkin saking baiknya jadi tidak mau menyakiti orang lain, sehingga ia rela menyimpan semua sendirian. Tetapi ia tidak menyadari kalau justru ia malah menyakiti dirinya sendiri.
.
Dalam perjalanan hidup kita, tidak mungkin kita hanya akan bertemu yang baik-baik saja. Pasti ada yang menyenangkan ada juga yang tidak menyenangkan. Tetapi seringkali apa yang kita pelajari, agar menerima, ikhlas, tawakal, rida, terhadap segala sesuatu itu belum seutuhnya sinkron dengan body mind kita. Sehingga yang ada adalah menerima- ikhlas-tawakal-rida yang dipaksakan. Akhirnya tampak baik-baik saja, tetapi sesungguhnya tidak baik-baik saja. Lama-lama bisa jebol juga kewarasan kita.
.
Saya pun tipe orang yang memendam, dulu. Susah sekali untuk asertif, susah sekali untuk mengungkapkan ketidaknyamanan di dada. Susah sekali untuk melawan. Takut sekali jika dibenci orang. Merasa bersalah ketika harus berbicara, khawatir menyinggung orang, dll.
.
Berkedok menjadi wanita salihah, tetapi bagaikan mawar, cantik penampakan, namun berduri di dalam. Untungnya saya terilhami menulis, akhirnya menulis menjadi pelampiasan saya dalam mencurahkan segala sesuatu. Dan itu sangat bekerja untuk saya. Maka saya membuat kelas Writing for Healing, karena saya kira banyak tipe orang seperti saya juga.
.
Jika anda memang belum bisa menerima, ikhlas, memaafkan, jangan dipaksakan. Akui terlebih dahulu. Lalu lakukan hal-hal yang memang perlu dilakukan. Diam mungkin emas, tetapi berbicara juga permata, agar anda waras.
.
Jangan mau dilukai kalau anda memang tidak salah, lawan. Orang-orang toxic dalam lingkaran anda, tinggalkan. Orang baik bukan orang yang diam saja, tetapi ia yang tahu harus berbuat apa untuk kebaikan dirinya terlebih dahulu. Agar anda bukan menjadi orang baik tetapi terluka.
.
Sebagai orang baik, harusnya kan bisa menerima, memaafkan, ikhlas, rida, sehingga apapun yang terjadi tidak menyebabkan luka? Bisa pasrah sepenuhnya pada Tuhan yang maha kuasa?
.
Sebentar, idealnya memang begitu. Tetapi untuk bisa menerima-ikhlas-tawakal-rida, dalam praktik itu tidak semudah ngomongnya. Kalau memang belum bisa total, ya diakui saja, tidak perlu berpura-pura yang menambah menyiksa diri. “Agar tampak jadi orang baik?” “Agar tampak salih/salihah?”
.
Perang terbesar kita memang perang terhadap hawa nafsu (ego). Karena itu yang dinilai dari perjalanan hidup kita. Dan satu-satunya jalan untuk meluruhkan ego adalah memunculkan spirit kita. Saat spirit kita yang menjadi raja, ego akan menjadi kecil dengan sendirinya.
.
Melatih spirit tidak semudah membalik telapak tangan. Butuh proses panjang yang membutuhkan waktu, belajar, latihan, termasuk menghadapi hal-hal remeh sampai rumit di hidup kita masing-masing itu ya merupakan latihan meningkatkan spiritual kita.
.
Jadi kalau ada yang cerita, masih kesulitan mengelola emosi, usia masih 20-an, 30-an, aaah ya wajar. Masih muda. Tunggulah usia lebih tua, insyaAllah akan lebih bisa memaknai hakikat menerima-tawakal-ikhlas-rida. Yang utama bertahanlah dengan terus belajar, berlatih dan mohon petunjuk dari yang maha kuasa.
.
Karena hadirnya hikmah itu memang bukan karena kita, tapi semata pemberian-Nya. Maka salah satu nikmat Agung adalah ditanamkannya hikmah di dalam hati kita. Karena terkadang yang sudah berumur, yang sudah banyak menghadapi tantangan hidup, ya masih sama saja dari waktu ke waktu, nggak berubah. Ya itu, karena hanya karena petunjuk-Nya sajalah kita mendapatkan hikmah.
.
Terus berarti kita diam saja? Ya enggaklah, kudu ada usahanya juga, belajar, berlatih, yang terus menerus.
Latihannya bagaimana biar spirit kita menjadi lebih besar dibanding ego kita? Gunakanlah simbol yang paling kita banget.
.
Contoh karena simbol saya religius, maka salat, dzikir, tadarus itu menjadi jalan. Suami saya yang tipe pemikir, jalannya adalah tafakur. Menyelami dunia sains, filsafat dan agama.
.
Nah simbol anda apa? Gunakanlah itu, sehingga apa yang anda pelajari tentang menerima-ikhlas-tawakal-rida, itu sinkron di dalam diri anda.
.
Dan semoga sampai waktunya, spirit kita bisa menjadi raja yang membimbing si ego, sehingga kita benar-benar diberikan hati yang selamat.
.
Dan ingat, kita hidup di alam dualitas. Menerima-ikhlas-tawakal-rida, baik. Tapi penerapannya musti pas dalam berbagai situasi dan kondisi.
.
kata suami saya, ngono yo ngono tapi yo ora ngono.
.
Catatan Zakiyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Kembali ke Atas