Menjadi Manajer Finansial Keluarga

Bulan Oktober lalu kami di Program Perempuan Berdaya Komunitas Permata Hati belajar tentang Manajemen Finansial Keluarga. Materi ini dibawakan oleh mbak Latifa Fitriyani seorang financial planer enthusiast.

Keuanga keluarga ternyata memang perlu di-manage agar kita sebagai istri atau ibu, bisa menjadi manajer finansial keluarga yang handal.

Mengapa uang harus di-manage? karena uang memang bukan segalanya, tetapi segalanya butuh uang.

Bagaimana cara memanage keuangan keluarga:

  1. Mencatat keuangan
  2. Budgeting

Mencatat keuangan sangat penting agar kita tidak pakai perasaan. “Perasaan uang sekian, kok cepet habis ya?” misalnya begitu. Sehingga kita tahu uang yang masuk berapa dan ke mana saja pengeluaran uang kita. Sehingga kita bisa melakukan budgeting dan perencanaan keuangan.

Mencatat keuangan bisa menggunakan buku, atau menggunakan alikasi di HP. Menggunakan tamplate google sheet salah satu contohnya.

Dengan mencatat keuangan, jadi tahu berapa pengeluaran yang harus dikeluarkan agar antara yang masuk dan keluar tidak timpang. Keuangan yang baik adalah saat pengeluaran tidak melebihi uang yang masuk.

Jika pengeluaran lebih besar dari pemasukan bagaimana:

  1. Mengurangi pengeluaran konsumtif
  2. Menambah pemasukan
  3. Bisa membedakan mana needs (kebutuhan) mana wants (keinginan)

Budgeting yang baik, meliputi:

60% untuk living : zakat dan sedekah, kebutuhan keluarga, biaya sekolah anak, makan, cicilan dsb

30% untuk saving: dana darurat, dana pendidikan, dana pensiun, dana kebutuhan vital yang besar seperti membeli rumah, kendaraan dll.

10% untuk playing: jalan-jalan, hobi, apresiasi diri dll

Prosentase ideal yang seperti di atas akan memudahkan kita terkait keuangan sekarang dan nanti. Jika belum ideal perlu ditelaah kembali bagaimana budgeting versi kita masing-masing.

Setelah kita bisa mencatat keuangan kita dan melakukan budgeting, kita bisa melakukan perencanaan keuangan. Sehingga kita tahu untuk apa kita mencari dan mendapatkan uang dan menyimpannya.

Sebisa mungki hindari berhutang untuk keinginan yang tidak urgen. Jika masih berkutat dengan hutang, bisa dilakukan lagi perencanaan keuangannya.

Demikian ulasan materi dari mbak Latifa.

Sebelumnya, saya tidak pernah mencatat keuangan saya. Alhamdulillahnya mungkin karena pengeluaran saya dan suami tidak lebih besar dari pemasukan, sehingga kami bisa santai. Saya hanya memakai batas bawah keuangan. Misalnya, di dompet minimal ada uang XXX yang tidak boleh dipakai. Itu sebagai batas bawah dompet saya. Saya menggunakan uang seri ganjil yang langka, sehingga uang itu tidak saya gunakan untuk belanja.

Demikian juga di rekening. Saya menggunakan batas bawah di rekening saya minimal sejumlah XXX dan saya tingkatkan dari tahun ke tahun.

Selebihnya, saya tidak mencatat berapa pemasukan dan pengeluaran saya. Selagi kepengin belanja, ya beli saja.

Setelah mendapatkan materi financial planer ini, saya langsung praktik mencatat keuangan saya. Terutama pengeluaran. Pengeluaran yang selama ini tidak pernah saya catat, ternyata setelah dicatat, kaget juga saya. Karena pengeluaran saya cukup besar. Belum jika digabung dengan pengeluaran suami. Cukup besar juga. Ternyata dengan mencatat keuangan, kita jadi tahu ke mana saja selama ini uang mengalir. Untuk hal-hal urgen tentunya itu tidak masalah. Tetapi untuk hal-hal yang tidak urgen kadangkala jika dipikirkan, “wah ternyata jika tidak terlalu boros, bisa saving lebih banyak.” Begitu krentekan hati saya.

Misalnya beli baju, cuma dipakai sekali saja kemudian bosen. Akhirnya dikasihkan orang. Beli makanan kebanyakan akhirnya dikasihkan orang. Beli barang-barang yang sebenarnya tidak penting-penting amat, akhirnya cuma nganggur dan dikasihkan orang. Dan lain sebagainya.

Tetapi tantangan buat saya ternyata, mencatat keuangan ini butuh ketelatenan. Dan ternyata saya belum cukup telaten melakukannya.

Ketika mau belanja, dan mikir eman-eman (sayang) uangnya, malah jadi beban buat saya yang selama ini looos saja kalau mengeluarkan uang. Mungkin karena saya belum punya anak, jadi pikiran saya masih simpel dan masih tidak banyak kebutuhan. Hanya kebutuhan saya dan suami saja. Barangkali berbeda saat nanti saya punya anak, mungkin saya akan lebih waspada lagi dalam memanage keuangan.

Jadi untuk menyiasati agar rasa eman-eman dan juga perencanaan keuangan tetap berjalan, saya menggunakan target saving.

Misalnya, minggu ini bisa saving XXX rupiah. Saving ini mau buat apa? juga saya tentukan. Lalu untuk memenuhi target itu, maka saya akan sedikit bisa mengerem belanjaan yang tidak perlu-perlu amat. Atau mengurangi lapar mata saat tertarik belanja barang-barang.

Saya paling boros adalah belanja pakaian, sepatu, tas dan sejenisnya, kosmetik, dan perawatan. Saya mengurangi biaya-biaya itu, untuk saving lebih banyak. Sehingga saya bisa menabung untuk membeli aset seperti emas karena itu yang paling mudah untuk saya lakukan saat ini.

Perencanaan keuangan saya memang belum ideal, semoga ke depannya lebih bisa memanage keuangan saya dan keluarga lebih baik, tanpa merasa ada perasaan eman-eman saat membelanjakan uang. Karena saya menyadari, saat kita berbelanja adalah kita sedang memutar roda ekonomi untuk berbagi rezeki dengan orang lain.

Terima kasih Permata Hati untuk pembelajaran financial planernya.

#PermataHati

#programperempuanberdaya

#Managerfinansialkeluarga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Kembali ke Atas