“Bapak kalau ingat Ibu, rasanya seperti dilolos, mba zaki” kata bapak, sore kemarin. Saya tanya dilolos itu apa? Ternyata itu seperti nyawanya direnggut. Duh, hati saya rasanya ikut mak serrr. Merasakan betapa bapak sebenarnya merasakan sakit yang dalam, di lubuk hatinya yang terdalam, namun tidak terekspresikan. Karena sejak kepergian Ibu, Bapak termasuk yang tampak sangat tegar dan ikhlas.
“Ya bagaimana juga namanya isteri, sigaring nyowo. Bapak cuma ingat, kita itu cuma ngantri mati. Jangankan isteri, nyawa Bapak sendiri juga nanti akan berpisah dengan raga Bapak ini.” Lanjutnya. Aah, semakin mak serrr rasanya…
Tapi saya jadi tahu bapak bisa mengikhlaskan Ibu, karena sadar bahwa setiap orang akan mati. Tinggal menunggu antrian saja. Meskipun rasanya sakit, namun demikian perpisahan akan datang pada waktunya.
“Yang utama, selagi masih hidup kita menabung. Dengan apa? Ya dengan Amal dan Ilmu.” Demikian wejangan Bapak.
Belahan jiwamu, yang masih ada di sisimu, rawat dan sayangilah sepenuh hati. Karena kadang penyesalan datang, saat sesuatu itu sudah tidak ada lagi di sisi.
Tidak perlu cantik yang penting setia
Good 🙂