Sudah hampir 6 bulan ini saya mengikuti program belajar di Institut Ibu Profesional yang dibimbing langsung oleh pendirinya yaitu ibu Septi Peni Wulandani. Setelah tahun 2017 saya memulai dari program paling dasar di Ibu Profesional yaitu kelas matrikulasi, dilanjut dengan kelas bunda sayang, dan saat ini sampai di tahap bunda cekatan.
Saya merasa sangat beruntung diberikan kesempatan untuk belajar bersama ribuan para perempuan Indonesia yang berada di seluruh pelosok negeri bahkan juga banyak yang berada di luar negeri. Kurikulum di Ibu Profesional ini sangat lengkap dan detil. Meski tidak buru-buru dalam waktu singkat, semua materi disampaikan, tapi justru dari sedikit-demi sedikit itu, kami diminta bukan hanya menelan materi, tapi langsung praktek di dunia nyata kami.
Demikian pun di tahap bunda cekatan yang sudah 6 bulan kami digembleng agar menjadi ibu yang cekatan ini. Barangkali banyak yang sudah berguguran juga karena di sini ada sistem seleksi. Yang tidak mengerjakan jurnal, akan lengser ke prabon :). Dan alhamdulillah saya masih bertahan untuk menjalani proses di kelas ini hingga sampai tahap kupu-kupu. Justru di sini saya malah menemukan tantangan yang harus saya taklukkan setiap minggunya.
Di Ibu Profesional ini, saya merasa dibimbing bagaimana menjadi perempuan sejati, dan bagaiman kita para perempuan mencapai sukses kita sendiri. Banyak orang di luar sana, ingin bertumbuh, ingin berkembang, ingin mencapai sukses dari waktu ke waktu, namun tidak tahu bagaimana caranya. Bahkan untuk sukses dalam mengurus di lingkungan keluarganya sendiri saja masih keteteran. Akhirnya mimipi, hanya sekedar mimpi, tanpa pernah diwujudkan menjadi kenyataan. Sementara ada sebagian orang lain, bahkan bermimpi pun mereka tak mampu. Karena sudah cukup puas dengan kehidupannya yang cukup dilakoni dengan mengalir saja.
Di sini saya menemukan titik temu, antara menerima kehidupan dan mensyukuri kehidupan. Menerima bukan berarti tidak berbuat sesuatu, tetapi justru mengoptimalkan yang sudah dikaruniakan Allah sebagai wujud rasa syukur. Jadi, bermimpi, bercita-cita bagi saya saat ini adalah suatu hal yang dibutuhkan. Karena dengan mimpi itu, kita merasa hidup kita lebih hidup, dan setiap bangun tidur kita penuh energi. Meskipun, jika mimpi tidak tercapai, bukan berarti harus down, di situlah proses menerima dibutuhkan. Benar-benar permainan yang cantik, antara bersyukur dan menerima.
Di sini juga, saya kembali diingatkan untuk memiliki mindmap (peta pikiran). Hal ini dibutuhkan agar kita tahu, kemana kita akan pergi. Dengan menuangkan peta pikiran kita dalam bentuk mindmap, yang paling tidak dituliskan untuk jangka waktu 1 tahun, kita jadi seakan-akan diarahkan apa saja yang harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu, untuk mencapai tujuan kita itu. Dengan mindmap, kita belajar untuk memilih prioritas, dan tidak gampang tergiur dengan hal-hal yang menarik yang banyak menggoda di luar sana.
Setelah kita memiliki mindmap, langkah selanjutnya kita membuat action plan, dari mind map kita itu. Bidang apa yang mau ditekuni dalam waktu tertentu, misalnya dalam waktu 1 bulan. Atau jika sanggup, beberapa bidang sekaligus bisa dijalankan bersama dalam satu waktu tertentu. lalu langkah selanjutnya, adalah komitmen dan fokus pada action plan tersebut.
Dari action plan tersebut, kita jadi bisa melihat mastermind kita. Yaitu dengan mencatat setiap kemajuan-kemajuan yang kita rasakan sekecil apa pun yang terjadi akibat proses action kita. Dengan mastermind, kita jadi merasakan bahwa kita telah berhasil melakukan progres, meski sederhana atau sepele. Karena dari keberhasilan-keberhasilan kecil itulah, kita menjadi tetap semangat untuk terus beraksi. Dan dari konsistensi ini nantinya akan bertemu dengan sebuah momentum. Di sinilah keberhasilan dari tujuan besar kita tercapai. Tanpa memiliki mastermind, maka action plan dan mindmap kita, hanya sekedar tulisan yang digeletakkan begitu saja, setelah dibuat. Dan bisa jadi malah membuat kita putus asa, karena terasa berat mencapai tujuan yang sudah direncanakan.
Dengan komitmen melakukan mastermind, kita jadi bisa mengukur setiap kemajuan meski kecil, dan kita bisa merayakannya. Sangat penting untuk bisa mengapresiasi kemajuan diri sendiri. Agar tidak merasa stagnan, dan merasa tidak ada perkembangan. Jika pun ada yang gagal, kita tetap bisa melakukan false celebration yaitu merayakan kegagalan. Mengakui kesalahan itu baik, karena kita jadi tahu dimana kesalahan itu. Seperti sebuah pepatah mengatakan, It’s OK to make mistakes if you learn from them. Dan kita juga bisa menceritakan keberhasilan-keberhasilan kecil kita, pada kelompok mastermind kita, untuk bisa saling support.
Dari sinilah kunci sukses kita bisa kita petakan. Dan setelah kita bisa memetakan kesuksesan kita, maka kita bisa mengulangi polanya, sebanyak yang kita inginkan, selama kita masih hidup di dunia ini. Dan semoga, apa pun yang kita inginkan, dalam bentuk impian dan cita-cita, yang diimplementasikan dalam langkah-langkah nyata setiap harinya, menjadi doa yang nyata. Karena apalah arti doa dengan sekedar ucapan, tanpa ditunjukkan dengan perbuatan. Dan mudah-mudahan yang kita cita-citakan dan kita lakukan ini adalah dalam bentuk pengabdian kita pada Allah swt sebagai khalifah di muka bumi, yang memiliki peran menjaga dan memakmurkannya.