Orang berlomba-lomba mencari bahagia. Menikah agar hidupnya bahagia. Mencari banyak uang agar bahagia. Memiliki anak agar bahagia. Mempunyai banyak teman, agar semakin bahagia. Memiliki keluarga yang rukun, agar bahagia. Dan lain sebagainya.
Nyatanya, tidak semua orang yang telah menikah, bahagia. Tidak semua orang yang uangnya banyak, bahagia. Tidak semua orang yang memiliki anak, bahagia. Tidak semua yang mempunyai banyak teman, bahagia. Tidak semua yang memiliki keluarga, bahagia. Jadi dimana letak kesalahannya?
Bahagia tidak perlu dicari. Dia adalah sebuah konsekuensi dari batin dan pikiran kita yang jernih, tenang dan penuh syukur. Justru yang penting adalah merawat duka. Karena duka-duka itu yang membuat hati kita tidak jernih, tidak tenang dan kurang bersyukur.
Tanyakan kepada orang yang galau, orang yang stres, orang yang penuh kecemasan, apakah dia bahagia? meski uangnya banyak. Meski anak-istri komplit. Meski raga sehat walafiyat. Jika tampak bahagia pun, itu hanya bahagia yang level senang. Bukan bahagia yang level dalam.
Anehnya, kita malah seringnya belajar agar bahagia. Tetapi tidak pernah belajar merawat duka. Padahal menjadi bahagia itu mudah, merawat luka yang tidak mudah dan tidak semua orang bisa. Tetapi malah hal ini seringkali dilupakan, karena orang sudah fokus bagaimana agar bahagia.
Padahal, duka ini yang kita perlu terampil mengelolanya. Karena jika kita tidak terampil, seluruh upaya kita dalam mencapai apa yang dikira bisa membuat bahagia, akan sia-sia. Karena duka itu, sesuatu yang datang dan pergi setiap hari. Jika kita tidak pandai mengelolanya, maka setiap hari kita tidak akan bahagia.
Bagaimana agar terampil mengelola duka? seperti sudah saya sering sampaikan di artikel-artikel saya sebelumnya. Akui, terima, lepaskan. Jangan ditolak, semakin ditolak, duka itu semakin kuat. Parahnya, seringkali saat duka itu datang, kita tidak mau, dan berusaha menghindarinya. Oleh karena itulah, kita tidak terampil-terampil dalam mengelola duka. Jadi adakalanya seneng banget, di suatu waktu sedih banget. Begitulah jika tidak dibiasakan merawat duka.
Jika kita tahu, bahwa yang utama adalah mengelola duka. Maka, kita tidak akan lagi menghindar. Namun kita akan menghadapinya. Dengan kita menghadapinya, lama kelamaan kita akan terampil mengelola duka-duka yang datang setiap harinya. Meski hal-hal sepele semacam, dikomentari orang yang tidak enak. Berselisih dengan pasangan. Anak yang hari itu lumayan bandel. Tetangga yang bikin repot. Saudara yang selalu pinjam uang. Dan lain sebagainya.
Jika duka-duka kecil yang menyebabkan hati dan pikiran kita tidak jernih, tidak tenang, dan ada rasa tidak penuh, bisa kita kelola dengan baik. Maka bahagia itu akan hadir sebagai suatu konsekuensi atas sikap mental kita yang berani menghadapi duka, dan menerimanya sebagai bagian hidup sehari-hari.
Tidak perlu bingung mencari bahagia. Rawat saja duka anda, maka bahagia akan datang dengan sendirinya 🙂