Suatu hari saya bertanya kepada suami saya, kenapa dia banyak didekati orang buat curhat. Dari orang yang ekstrim kiri, hingga orang yang ekstrim kanan. Dan saya juga melihat, suami saya jika berteman dengan orang-orang itu umurnya panjang. Bertahun-tahun bahkan puluhan tahun mereka bisa masih menjalin silaturahim.
Banyak orang di luaran sana dan bahkan saya sendiri, belum bisa seperti itu. Banyak orang yang dulunya dekat, lalu kemudian jauh, entah karena ketidakcocokan karakter, kebiasaan, merugikan secara harga diri dan keuangan, barangkali dan lain sebagainya. Akhirnya mereka memilih menyudahi hubungannya. Mungkin anda pernah mengalaminya. Lalu, apa sebenarnya rahasia yang dimiliki suami saya? saya penasaran.
“Tutup aibnya, jika perlu bercerita tentang orang itu ke orang lain, ceritakan yang baik tentang dia.” Aha ternyata ini rahasianya. Sepertinya mudah ya? tapi saya sendiri masih terseok-seok menerapkannya. Terkadang, saat berkumpul dengan teman-teman, tetap saja “Bu Tejo” nya keluar. Meski niat hati sudah sedemikian teguh, untuk tidak terlarut dalam obrolan “nggrundengin orang”.
Bahkan saya menyaksikan sendiri, saat suami mendapat kabar buruk dari orang, misalnya katanya si X bilang bla bla bla, tentang persepsi yang dia anggap buruk tentang suami saya. Maka suami saya akan memilih diam. Menyimpan informasi tersebut hanya untuk dirinya sendiri. Dan salutnya, terkadang malah suami saya mengangkat orang tersebut. Dipromokan dan diberikan jalan rezeki. Kadang, saya juga geleng-geleng kepala sendiri. Kalau saya, mending putus hubungan, hahaha. (Astaghfirullah 😄)
Mungkin, itu terjadi karena sistem otak antara laki-laki dan perempuan berbeda ya. Sehingga, perempuan suka sekali menggosip. Lihat saja, acara-acara televisi yang digandrungi perempuan juga acara gosipkan? infotainment macam-macam, semuanya laris manis ditonton orang terutama para perempuan.
Demikian juga di media sosial. Akun-akun gosip, pasti digerudugi banyak orang. Tidak salah jika, di negeri kita ini, mudah sekali viral sesuatu yang berbau “gosip” dan berbau “Emak-Emak”.
Entahlah, kesimpulan ini memang kenyataan, atau hanya persepsi saja. Karena saya melihat, para lelaki itu simpel cara berfikirnya. Tidak ribet, dan tidak suka ngomongin hal yang tidak bermanfaat untuk dia. Sehingga, urusan gosip menggosip ini jarang ditemui sebagai obrolan panjang diantara mereka.
Dan seringkali kita bertanya, apa si salah saya? kenapa semua orang menjauhi saya? kenapa semua orang tidak ada yang percaya kepada saya? ya, ternyata jawabannya sesederhana itu, menjaga mulut.
Menjaga mulut ini yang menjadi pondasi seseorang bisa dipercaya atau tidak. Bayangkan, jika ada teman yang mempercayai kita sebagai tempat curhatnya. Alias dia mengungkapkan aib-aib yang mungkin tengah menjadi masalahnya. Lalu karena kita tidak bisa menjaga mulut, kita akhirnya menceritakan hal tersebut ke orang lainnya.
Dan hukumnya selalu sama. Apa yang kita lontarkan ke luar, cepat atau lambat, hal tersebut akan sampai kepada orang yang mempercayakan cerita dirinya kepada kita tadi. Dan pastinya kita tahu apa yang terjadi bukan? orang tersebut tidak akan percaya lagi kepada kita.
Belajar dari suami saya. Jika ada yang curhat, ya sudah untuk disimpan sendiri. Bukan untuk diceritakan ke orang-orang. Karena orang curhat biasanya ingin mendapat solusi. Ketika solusi sudah diberikan, ya sudah. masalah selesai. Jika diceritakan ke orang lain lagi, maka cerita akan menjadi melebar tak henti-henti.
Jika untuk hal sederhana semacam menjaga aib saja kita tidak bisa, maka apalagi dalam hal yang bernilai lebih. Semacam uang, persaudaraan, dan lainnya. Bahkan kadang uang tidak seberapa bernilai dibanding sebuah kepercayaan. Begitulah, kepercayaan ini akan berimplikasi panjang bukan hanya soal dipercaya sebagai teman curhat. Tapi juga dipercaya sebagai hal-hal lain yang lebih berharga. Sahabat, teman bisnis, bahkan bisa jadi besanan.
Saya jadi teringat sejarah Nabi Muhammad. Bahkan sedari muda, sepanjang belum diangkat menjadi Rosul, Nabi Muhammad sudah bergelar Al-Amin. Yaitu orang yang dapat dipercaya. Artinya, pantas sekali jika Nabi disebut sebagai suri tauladan yang berakhlakul karimah. Karena beliau memiliki akhlak yang baik sedari kecil, termasuk menjadi orang yang dapat dipercaya itu.
Jadi, jika kita merasa masih belum bisa menjadi orang yang dapat dipercaya oleh orang lain. Barangkali pertanyaan yang perlu kita ajukan ke dalam diri sendiri adalah, “Sudahkah aku bisa menjaga mulutku?”