Komunikasi tertinggi, adalah tanpa kata tanpa suara. Sudah paham, tanpa perlu penjelasan. Sebagaimana sejoli yang jatuh cinta, tidak perlu banyak kata, saling bertatap mata sudah lebih dari segalanya, merasuk dalam relung hati terdalam untuk saling mereguk cinta.
Kata suami saya, jika dalam komunikasi kata-kata adalah koenci, maka yang paling malang adalah orang bisu. Termasuk dalam doa (komunikasi dengan Tuhan). Maka komunikasi dengan semesta pun menggunakan bahasa universal, bahasa tanpa kata tanpa suara. Yang menggema dari kedalaman rahsa. Makanya suami punya slogan, rasamu adalah doamu.
Jadi pada dasarnya, tidak ada orang yang tidak berdoa. Karena setiap saat setiap waktu manusia selagi dia hidup pasti me-rasa. Apalagi dengan panca indera yang aktif terbuka. Bahkan dalam tidur pun, kadang masih bermimpi, tanda bahwa bawah sadarnya masih bekerja. Kecuali, pada kasus dan orang tertentu.
Kenapa di 10 hari terakhir puasa nabi menganjurkan i’tikaf? Yaitu agar kita mempertajam rahsa. Hijab terbesar kita dengan Rabb nya, itu nafsu. Yang terpicu oleh panca indera. Nafsu bukan untuk dihilangkan, namun dikendalikan. Proses mengendalikan ini yang membuat manusia menjadi insan kamil (manusia sempurna).
Setelah 20 hari mengendalikan nafsu dengan puasa, saatnya 10 hari terakhir memperbanyak diam. Menyelami samudera rahsa. I’tikaf sendiri secara bahasa artinya berhenti/diam.
I’tikaf bisa dilakukan kapan saja, namun di bulan Ramadhan ini menjadi utama, karena posisi bumi, bulan, bintang dan alam raya sedang dalam kondisi terbaiknya yang bisa dirasakan penduduk bumi. Barangkali di situ disebut ada malam Lailatul Qodar, malam seribu bulan. Bisa jadi, dalam akselerasi alam yang tepat ini, akan membawa seseorang yang terberkati merasakan Lailatul Qodar untuk mengalami akselerasi kesadaran yang setara dengan 1000bulan (83tahun).
Di situlah ruang tanpa suara dan kata, diam, hening, yang harapannya membawa seseorang semakin merasakan eksistensiNya, kehadiranNya yang Maha segalanya. Yang rasa itu semakin besar dari masa ke masa. Merasakan bahwa Dia dekat, dan meliputi segalanya.
Sebagaimana Allah berfirman: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya (QS: Qaf:16)