Alkisah, Hasan Basri didatangi oleh seseorang. Dia ingin menceritakan tentang omongan seseorang, tentang Hasan Basri. Lalu Hasan Basri menyetopnya.
“Cukup…” kata Hasan Basri
“Jika yang kau ceritakan dari orang itu adalah fitnah, maka kau dihukum cambuk. Dan jika pun yang kau katakan dari orang itu adalah memang benar darinya, maka kau pun tetap dihukum cambuk. Karena kau telah membuat hubunganku dengannya renggang, disebabkan mengadu (wadul) mu itu.”
(Dikisahkan dari kisah Hasan Basri, yang dibahasakan bebas oleh penulis)
Satu hal yang sering kita keceplosan alias seperti sudah menjadi kenikmatan, adalah menggosip. Menggosipkan keburukan atau kekurangan orang lain, yang sedang tidak dihadapan kita. Mending jika yang digosipkan adalah orang yang tidak dikenal, misal artis, pejabat atau yang lain. Yang mereka tidak mengenal kita, kita pun tidak mengenalnya secara langsung. Barangkali tahu dari media saja.
Yang lebih berbahaya adalah, yang seringkali kita gosipkan itu saudara, teman, tetangga, teman kerja kita sendiri, yang kita sama-sama kenal. Dan namanya nggosip itu tidak ada niat untuk mengambil pelajaran dari kesalahan atau kekurangan orang yang digunjingkan itu, tetapi murni menjatuhkan namanya. Agar orang-orang tahu keburukan orang tersebut
Meski kita semua tahu ayat, janganlah kamu menggunjing sebagian yang lain, karena belum tentu mereka lebih buruk dari kalian. Menggunjing itu bagaikan makan bangkai saudara sendiri. Namun tetap saja, menggunjing itu ibarat ngopi di pagi hari, ditambah pisang goreng sebagai cemilannya. Gurih-gurih sedap.
Dan, ternyata kadang belum berhenti sampai pada menggosip, tapi ada kelanjutannya, yaitu wadul. Wadul itu bahasa jawa, yang saya belum menemukan padanan katanya yang tepat dalam bahasa Indonesia. Mungkin “mengadu” ya, tapi saya rasa ini belum sepenuhnya memenuhi makna kata wadul. Tapi tidak apa-apa, intinya wadul itu, menceritakan kembali hasil gosip di belakang, kepada yang bersangkutan dengan menyebutkan sumber yang menceritakan itu.
Seperti orang yang menemui Hasan Basri, berniat wadul tentang perkataan orang lain terhadap Hasan Basri yang tentunya itu adalah omongan yang tidak enak.
Kenapa wadul ini berbahaya? tentu saja karena wadul bagaikan mengadu domba. Sehingga orang yang diwaduli, akan kehilangan respect terhadap yang nggosip itu, bahkan bisa jadi menumbuhkan kebencian. Tentu wadul ini menjadi jalan perpecahan antara 2 orang. Bukankah dulu Belanda bisa menghancurkan kerajaan-kerajaan di Nusantara dengan metode ini? metode wadul yang dibawa ke ranah politik, alias adu domba atau devide etimpera.
Kalau ditanya, apakah hal yang paling mudah untuk membuat perpecahan? Jawabannya Nggunjing dan wadul. Segala hubungan bakalan retak, jika kedua hal ini dijadikan senjata. Hubungan suami-istri, hubungan anak-orangtua/mertua, hubungan antar tetangga, hubungan rekan kerja, hubungan pertemanan, dan lain lain.
Jika menggosip, masih sulit dihindari. Maka, berhentilah untuk wadul. Pegang sendiri omongan keburukan orang dari orang lain yang didengar untuk diri sendiri. Tidak perlu menceritakan kepada yang bersangkutan. Yang pertama untuk menghindari perpecahan antara 2 orang, yang ke dua mengurangi kesalahan. Syukur-syukur si, bisa berhenti juga untuk menggosip.
Kecuali orang yang di-waduli memiliki kebijaksanaan diri yang cukup baik, sehingga menjadikan wadulan itu sebagai bahan introspeksi. Tetapi sekelas Hasan Al Basri, ulama yang sangat tinggi ilmu dan ketakwaannya saja, menyetop orang yang mau wadul, apalagi kita orang biasa. Bagaimana pun, wadulan dari orang itu sedikit banyak akan mempengaruhi hati kita.
Nabi bersabda, bagaimana bahayanya orang yang suka mengadu domba,
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Maukah kalian aku beritahu siapa orang-orang terbaik diantara kalian?” Para Sahabat menjawab, “Mau, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Yaitu orang-orang yang jika mereka terlihat maka nama Allah pasti disebut-sebut.”
Beliau melanjutkan, “Maukah kalian aku beritahu siapa orang-orang terburuk diantara kalian? Yaitu orang-orang yang suka kesana-kemari menebarkan desas-desus, merusak (hubungan) diantara orang-orang yang saling mencintai, dan berusaha menimbulkan kerusakan serta dosa di tengah-tengah orang yang bersih.” (Hadits hasan, riwayat Ahmad).
So, jika kita secara tidak sengaja mendengar perkataan miring dari orang terhadap seseorang, cukuplah disimpan sendiri saja. Agar hubungan kedua orang tersebut tetap baik, tetap respect(hormat), dan tetap saling menghargai.
Bacaan yang bergizi untuk hati dan pikiran. Terima kasih sekali untuk sajian berkualitas ini.
Ahaha… Sama samaba reni 🤗