Menu Pilihan

Zakiyah Darojah

Love, Joy, Peace & Blessed

Keisya Sang Juara (sebuah cerita anak)

“Pemenang lomba puisi di ajang perlombaan untuk perayaan kemerdekaan Indonesia pada bulan Agustus tahun ini, dimenangkan oleeeeh….” ibu guru Ani sengaja menggantungkan pengumuman pemenang lomba agar anak-anak penasaran dan dibuat dag dig dug hatinya.

Keisya sudah senyum-senyum bangga sedari tadi. Ia sudah memenangkan lomba baca puisi selama 2 kali berturut-turut. Sejak ia kelas 3, ia sudah memenangkan lomba baca puisi mengalahkan semua anak di sekolahnya. Hingga sekarang ia duduk di kelas 5 SD, tentunya kepiawaiannya membaca puisi semakin bagus. Ia sangat yakin, tahun ini pun, ia yang akan menyabet juara 1 dan berhak membawa pulang piala dari kepala sekolah.

“Siapa bu guru, siapa bu guru?” suara anak-anak tak sabar menanti kelanjutan pengumumannya.

“Pemenangnya adalah…..Denia, dari kelas 4A.” akhirnya bu guru menyebutkan satu nama. Diiringi tepung tangan meriah dari anak-anak dan tentunya raut muka bahagia yang setengah terkejut dari Denia.

Tapi di sisi depan, Keisya tampak terperanjat tak menyangka. Ia sudah sangat percaya diri, bahwa ialah yang akan menjadi juaranya seperti tahun-tahun sebelumnya. Rasa sedih karena merasa jatuh yang teramat sangat menghantui dirinya. Tanpa diduga ia pun menangis. Ia segera lari ke dalam kelas, mengambil tasnya, dan berlari pulang ke rumah. Dalam kondisi kekalutannya, ia tak pedulikan teman-teman maupun pak guru yang menanyakan ada apa dengannya? Ia terus saja berlari.

Sesampainya di rumah, Keisya menggebrak pintu dan segera masuk ke kamarnya, tanpa salam. Ibu Keisya kaget tidak mengerti apa yang terjadi. Ditemuinya Keisya di dalam kamar yang tengah menangis sesenggukan.

“Keisya ada apa di sekolah? Sepertinya kamu sedih sekali sayang?” Ibu Keisya mencoba membujuk. Keisya masih terisak dalam tangisnya.

“Ibu…hu huhu…akuu…. huhuhu…tii…dak jadi..juaraa i..buuu huaaaa” Keisya terbata-bata.

“Ohh…baiklah, sini ibu peluk. Apa yang kamu rasakan?” Ibu mencoba menenangkan Keisya.

“Sedih ibuu..huhu…aku kan sudah jadi juara 2 kali…kenapa sekarang aku kalah buuu?”

“Iya, iya sayang….ibu paham.”

Setelah tangisan Keisya sudah reda, ibu Keisya kembali mengajaknya bicara.

“Kenapa Kisya merasa harus menang di perlombaan puisi itu?”

“Ya, karena kalau jadi juara kan berarti hebat. Nanti teman-teman akan mengagumiku. Dan aku juga bahagia karena dapat hadiah.” Jawab Keisya.

“Hemmm begitu ya?…berarti Keisya sudah merasakan itu kan, karena Keisya sudah pernah menang lomba 2 kali?”

“Iya si Bu, tapi kan aku inginnya aku terus yang juara.”

“Kalau juaranya dikasihkan orang lain dulu boleh?…karena bisa jadi temen Keisya yang jadi juara sudah bekerja keras untuk merasakan kebahagiaan seperti yang pernah Keisya rasakan.”

“Nggak boleh! Aku lebih bagus baca puisinya!” Keisya masih saja sedih dan marah.

***

Seminggu kemudian, Keisya melewati rumah Denia. Adik kelas yang dia pikir sudah merebut piala yang harusnya diraih olehnya. Dia mendengar sayup-sayup suara Denia yang tengah membaca puisi dengan sangat indah. Diam-diam ia merepatkan telinganya di dinding rumah Denia.

“Eh, nak Keisya…kenapa diam-diam di situ. Ayu masuk, itu Denia sedang belajar baca puisi.” Seru Mama Denia yang tiba-tiba muncul dari belakang Keiysa.

“Maaf tante, aku sedang dengerin suara Denia.” Jawab Keisya sekenanya. Ia pun mengikuti ajakan Mama Denia untuk masuk ke rumah dan bertemu Denia.

“Denia ini, senang sekali membaca puisi Keisya. Sejak TK dia sudah bergaya-gaya membacakan puisi di depan Mama Papa. Dan sejak masuk SD, Denia selalu ikut lomba puisi sejak kelas 1. Meskipun belum pernah menjadi juara, ia tidak pernah menyerah, terus berlatih setiap hari. Hingga kemarin, pertama kalinya ia menjadi juara. Wah Denia sangat senang.” Ujar Mama Denia.

“Jadi, Denia sudah belajar puisi selama 4 tahun?” Tanya Keisya

“Iya Kak Keisya, aku sudah berlatih membaca puisi bertahun-tahun.…akhirnya aku bisa membaca puisi dengan baik. Hingga akhirnya kemarin aku dapat juara. Kerja kerasku selama ini berhasil.” Cerita Denia dengan ceria.

Keisya tersenyum mendengar cerita Denia dan mamanya.

***

“Ibuuu…Ibuuu.” Sepulang dari rumah Denia, Keisya mencari ibunya yang ternyata sedang di kamar membuka Laptop. Kata Ibu, dia ikut belajar menulis di rumah belajar menulis ibu profesional Jogja, sehingga ibu sering menulis di laptopnya sekarang.

Ibu Keisya pun langsung memeluk anaknya yang sudah berada di sampingnya.

“Ibu, Keisya tidak sedih lagi sekarang. Denia memang pantas menjadi juara lomba baca puisi.”

“Alhamdulillah, anak ibu sudah tidak sedih. Ibu senang mendengarnya. Apa yang membuat Keisya jadi begini? Kemarin sepertinya masih sedih dan marah?”

“Tadi Keisya main ke rumah Denia. Denia sedang belajar baca puisi. Dia sudah belajar baca puisi sejak kecil Bu, dan dia tidak pernah putus asa. Jadi memang pantas Denia yang menang, karena dia sudah bekerja keras berlatih, dan bacaan puisinya memang bagus.”

“Oh begitu, makanya Keisya terlambat pulang karena main ke rumah Denia?”

“Iya ibu, tadi tidak sengaja lewat depan rumahnya. Terus disuruh masuk sama Mamanya. Hemmm dan Denia sangat senang Bu, dia dapat piala dari kepala sekolah. Aku juga ikut senang, karena kerja kerasnya akhirnya ia jadi juara.”

“Ah sayang, Ibu semakin bangga padamu. Menjadi juara bukan hanya saat kita ada di atas sayang, tapi juga saat kita menerima ketika kita berada di bawah dan mempersilahkan orang lain merasakan kebahagiaan yang pernah kita rasakan, itu juga juara namanya.”

“Berarti aku juga juara ibu?”

“Iya sayang, kamulah sang juara”

Keisya dan Ibunya pun berpelukan

Keisya Sang Juara (sebuah cerita anak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke Atas