
Simbol, konon diakui sebagai bahasa paling tua yang pernah ada. Jika tulisan bisa punah oleh masa, jika kata-kata bisa terdistorsi maknanya, namun tidak dengan simbol. Ia melekat, sebagai budaya. Dan turun temurun dijadikan sebuah tradisi. Meski tidak tahu maknanya dalam simbol simbol itu, namun filosofi sesungguhnya sudah masuk di dalam budaya itu sendiri. Tanpa sadar, orang mampu mengikat maknanya. Karena simbol sudah terpatri di bawah sadar yang diturunkan oleh para leluhur dalam waktu yang lama.
Kebudayaan-kebudayaan yang tinggi, selalu meninggalkan simbol. Sebut saja contohnya piramida, bintang david, yin yang dan lain-lain. Begitu juga kebudayaan jawa, sebagai kebudayaan yang memiliki khasanah kebijaksanaan hidup yang tinggi, mempunyai banyak sekali simbol. Keris, wayang, blangkon, bubur abang putih, dan lain sebagainya, banyak sekali, dan termasuk di dalamnya ketupat.
Ketupat dalam bahasa jawa disebut kupat. Konon maknanya adalah “Ngaku Lepat” artinya mengakui kesalahan. Dan “Nglakoni laku papat ” artinya melakukan 4 hal. Yaitu: lebaran (selesai. Selesai melakukan tirakat puasa), luberan (melimpah. Saling melimpahkan rezeki. Terutama untuk yang membutuhkan), leburan (lebur. Saling memaafkan/meleburkan kesalahan satu sama lain), laburan (labur artinya mengecat dinding dengan kapur yang berwarna putih. Maksudnya, kembali menjadi putih bersih dan jernih hati masing-masing).
Begitulah katanya, makna dibalik simbol kupat/ketupat. Yang biasa tersaji di hari raya Idul Fitri/Lebaran. Selamat berkumpul keluarga di hari raya. Semoga semua amal kita diterima. Selamat menikmati ketupat berkuah santen. Sedaya lepat nyuwun pangapunten
Ketupat, Simbol Kebijaksanaan Orang Jawa