“Jangan lupa bahagia”, “yang penting happy, “bahagia selalu ya”, “dibikin happy aja”, begitu kira-kira ungkapan-ungkapan yang sering didengar sekaligus sering diucapkan. Entah mengajak orang lain bahagia, mendoakan orang lain bahagia, memotivasi orang lain bahagia, atau sekedar ngadem-ngademi hati agar bahagia, atau memang sedang bahagia betulan, tentunya masing-masing yang tahu dan paham maksudnya.
Mengamati fenomena ini, jadi tergugah untuk menganalisa, apa si sebenarnya bahagia itu? apakah saat mengalami fenomena perasaan senang? atau butuh syarat-syarat tertentu agar bisa bahagia? atau saat keinginan kita tercapai? atau jangan-jangan tidak butuh apa pun untuk bahagia? atau ada hal lain yang bisa mendefinisikan makna bahagia ini?
Di sini saya mencoba membagi level kebahagiaan, yang saya sarikan dari berbagai pelajaran dari para guru, yang mungkin kita mengalaminya dalam episode-episode kehidupan kita.
1. Bahagia Saat Mengalami Perasaan Senang
Yang pertama, kita akan merasakan kebahagiaan saat mengalami peristiwa yang membuat kita senang. Kebahagiaan ini sangat tergantung pada fenomena-fenomena di luar diri kita. Dan ini lebih kepada kebahagiaan yang egois, dalam artian merasakan bahagia karena ego kita terpenuhi. Jadi, kita akan merasakan bahagia, saat kejadian di luar diri kita sesuai dengan harapan kita. Misalnya, banyak uang, hubungan cinta yang harmonis dengan pasangan dan keluarga, punya rumah, punya anak, bisa liburan, badan sehat, makan enak, mendapat hadiah, bertemu teman, mencapai target-target yang diinginkan, dan lain sebagainya.
Tentu kebahagiaan ini hak setiap orang, dan itu syah-syah saja saat kita merasakan bahagia karena kesenangan-kesenangan indrawi yang kita rasakan. Namun, kebahagiaan di sini sangat rentan. Mudah naik turun dan bisa membuat kita merasakan yang sebaliknya, yaitu unhappy, tidak bahagia. Kalau tidak punya uang, berarti tidak bahagia, kalau sedang marahan dengan pasangan berarti tidak bahagia, kalau target tidak terpenuhi tidak bahagia, kalau tidak bisa jalan-jalan berarti tidak bahagia, kalau badan sakit juga tidak bahagia dan lain sebagainya.
Namun begitulah definisi bahagia yang banyak orang pahami. Yaitu merasakan perasaan senang yang bersifat indrawi, dan itu boleh boleh saja. Apalagi jika hal itu membuat kita semakin merasakan syukur. Tentu saja boleh dan baik.
2. Bahagia Saat Bermakna Untuk Kehidupan
Orang yang sudah puas dengan kebahgiaan tahap 1, dia akan mulai membutuhkan aktualisasi diri untuk merasakan kebahagiaan yang lain. Yaitu rasa bahagia karena kebermanfaatan untuk kehidupan. Bisa bermanfaat untuk orang lain, untuk makhluk lain seperti hewan, tumbuhan dan lain-lain, dan juga kebermanfaatan untuk alam, bumi khususnya dan semesta umumnya agar tetap seimbang dalam kelestariannya. Kebahagiaan di sini sudah bukan lagi mementingkan diri sendiri, namun sudah mendermakan diri untuk sesuatu di luar dirinya. Rasa bermakna ini, akan menumbuhkan rasa kebahagiaan tersendiri.
Tentunya ini sangat baik, karena sebaik-baik manusia memang yang paling banyak manfaatnya untuk sesama. Namun, di tahap ini jika diri tidak merasa bermakna, juga akan menimbulkan kegalauan. Yang artinya seseorang menjadi tidak bahagia karena merasa dirinya tidak bermakna.
3. Kebahagiaan Saat Bisa Mengalir Bersama Tarian Hidup
Orang yang sudah bisa menikmati moment mengalir dalam tarian hidup, kebahagiaannya sudah tidak tergantung fenomena luar. Susah senang akibat faktor luar, dijalani dengan sebuah kebahagiaan yang tumbuh dari dalam. Senang tidak terlalu membuncah kegembiraannya, sedih pun tidak membuatnya menderita. Ibarat sebuah roda, jika yang masih berada di pinggiran roda masih terhanyut naik turun (susah senang), tetapi ia yang sudah mampu berada di poros roda (titik tengah) akan stabil. Seseorang yang sudah mampu berada di titik tengah roda ini, tidak akan terhanyut dalam naik turunnya perputaran roda kehidupan yang bisa membuat bahagia atau tidak bahagia.
Di tahap ini, orang sudah mampu hidup dalam present moment (menikmati kekinian). Ia sudah mampu memahami, bahwa kebahagiaan bukan sesuatu yang dicari-cari dan dipengaruhi faktor lain, namun hakikat diri kita yang di dalam sejatinya adalah kebahagiaan.
4. Kebahagiaan Transenden & Imanen
Orang yang berada di tahap ini, sudah mengalami yang namanya ekstase spiritual, pengalaman spiritual yang transpersonal. Kebahagiaan puncak manusia, adalah di tahap ini. Yaitu kebahagiaan yang melampaui segala sesuatu, sekaligus di dalam segala sesuatu. Transenden sekaligus imanen. Di sinilah kebahagiaan sejati berada, karena kebahagian-kebahagiaan yang lain bersifat semu. Dalam bahasa Islam, kebahagiaan sejati hanya ditemukan dalam kebersamaan dengan Allah swt.
Para utusan, para orang-orang suci, merekalah contoh orang-orang yang sampai pada merasakan kebahagiaan puncak di level ini. Apakah orang biasa bisa merasakannya? barangkali bisa juga, jika Allah menghendaki.