Manusia Sebagai Makhluk Material & Makhluk Spiritual

Banyak diantara kita belajar spiritual, entah melalui jalan ilmu pengetahuan, melalui jalan laku prihatin, melalui jalan dharma, melalui bentuk praktik-praktik ritual untuk meningkatkan spiritualnya di bawah bimbingan guru, dan lain sebagainya. Semua adalah bentuk tarikan yang dibersitkan oleh yang Maha Cinta kepada orang-orang. Sehingga orang tersebut tertarik untuk belajar, berguru, dan mengamalkan dalam prilaku hidup sehari-hari.

Tentu ini sangat bagus sekali, mengingat kita memang aslinya adalah makhluk spirit yang sedang terbungkus dalam wadag fisik kita saat ini. Dengan identitas nama, keturunan, suku, agama, pekerjaan, status sosial dan lain sebagainya yang menempel dalam diri kita semua, yang sering kita sebut, “aku”. Aku yang sering orang sebut adalah aku yang memiliki identitas personal, yang memiliki kemelekatan terhadap identitasnya. Inilah yang disebut juga sebagai ego.

Agar aku tidak terlarut dalam hawa nafsu, yang menyebabkan spiritnya tertutup, dan sulit mengenali Aku sejati, maka memang perlu berlatih meningkatkan spiritual. Agar sadar kembali, aslinya diri kita itu siapa? karena tentu banyak sekali manusia yang tidak mengenali siapa sesugguhnya dia, karena terlarut di dalam egonya sendiri.

Lalu kenapa bisa, ada orang yang bisa mengasah spiritnya, sementara ada orang yang justru terlarut dalam egonya? ya, karena kita makhluk materiil sekaligus makhluk spiritual, maka dalam diri kita ada 2 kecondongan. Kecondongan ke materi, dan kecondongan ke spirit. Tubuh fisik kita itu sifatnya meteriil, dia terbentuk dari sari pati makanan hasil bumi, maka tarikannya juga ke bumi, mewujud dalam nafsu/ego. Sementara ruhani kita itu sifatnya cahaya, ditiupkan dari Ruh-Nya, dan tarikannya ke langit, mewujud dalam spirit. Jika jiwa kita lebih condong ke bumi, maka diri kita akan dikuasai nafsu. Sebaliknya jika condong ke langit, spiritnya akan bertumbuh.

Karena diri kita ini merupakan komponen lengkap dari sifat materi dan cahaya, maka butuh keseimbangan agar selaras lahir dan batinnya. Nafsu diperlukan, agar kita bisa menikmati karunia-karunia di dunia, namun spirit kita juga perlu diasah agar batin tenang dan damai, dan bisa mengenali aku sejati. Kecondongan ke spirit yang berlebihan, akan menafikkan karunia-karunia materi di dunia ini. Seperti harta, pasangan hidup, makanan, pakaian, rumah, kendaraan dan lain sebagainya. Karena kita hidup di dunia ini, salah satunya untuk mensyukuri dan menikmati karunia Tuhan. Sehingga kita bisa merasakan dengan nyata, kebesaran dan kasih sayang-Nya yang Ia berikan dalam wujud materi. Dan dengan itu, kita bisa memakmurkan bumi ini. Bukan kah kita tidak bisa menolong orang lapar dengan piring yang kosong?

Tapi kecondongan ke ego yang berlebihan juga berbahaya, karena ia tidak akan pernah menemukan kebahagiaan sejati. Ia akan selalu disibukkan dengan kenikmatan-kenikmatan dunia yang sementara dan tidak hakiki ini. Jiwanya bisa gersang dan meronta-ronta, karena menafikkan sang diri sejati.

Dan sebenarnya, antara pemenuhan kebutuhan lahir dan pemenuhan kebutuhan batin itu sejalan beriringan. Tidak berjalan sendiri-sendiri. Orang yang lapar, akan berusaha mencari makan bukan? demikian juga orang yang lapar ruhaninya, dia akan berusaha mencari cahaya. Dan bagi yang sudah sadar, maka di dalam meraih dunia, itu juga untuk ruhaninya. Maka ada sabda nabi, bahwa segala sesuatu itu tergantung niatnya. Yang tampaknya untuk memenuhi nafsu, jika niatnya lillahi’tala, itu juga akan menaikkan spiritualnya. Mencari harta untuk nafkah keluarga, membangun visi yang tinggi untuk kemaslahatan umat, memiliki mimpi yang besar untuk memberikan kemanfaatan yang besar juga, dan lain sebagainya.

Jadi, jika tarikan ruhani begitu kuat, hingga meninggalkan keduniawian, ya syah-syah saja si, barangkali itu memang tarikannya. Tapi bagi orang pada umumnya, jika ada tarikan ruhani, maka bukan berarti harus meninggalkan anak istri, dan tidak mempedulikan lagi kebutuhan sandang, pangan, papannya, karena itu juga tarikan anda juga untuk berkeluarga. Maka, tanggungjawab tentunya ada di tangan anda.

Maka, yang dibutuhkan adalah keseimbangan. Karena kita sebagai makhluk material dan makhluk spiritual, bukan untuk saling dibenturkan, tapi untuk diseimbangkan, sehingga tercipta keselarasan……Bahagia lahir dan batin, dunia dan akhirat. Amiiin

Manusia Sebagai Makhluk Material & Makhluk Spiritual

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke Atas