Sudah menjadi pemahaman umum, bahwa kehidupan di dunia ini selalu diliputi dua hal yang berkebalikan. Baik yang bersifat fisik, seperti siang-malam, kutub utara-selatan, hujan-terang, laki-laki-perempuan, maupun yang bersifat psikologis, seperti suka-duka, senang-sedih, damai-tidak damai dan lain sebagainya. Inilah yang disebut dualitas, yaitu konsep berpasang-pasangan.
Selama kita hidup di dunia materi ini, kita akan selalu berjumpa dengan yang namanya dualitas. Dualitas yang bersifat fisik, tidak akan mengganggu emosi kita, namun dualitas yang bersifat psikologis, akan sangat berpengaruh pada emosi, yang lebih jauh lagi akan sangat menentukan kualitas spiritual kita.
Seseorang yang masih melekat pada konsep dualitas dalam psikologisnya, maka dia akan hanyut dalam gelombang naik turunnya kehidupan. Alias dia akan diselimuti oleh penderitaan suka dan duka yang tiada berakhir. Oleh karena itu, bagi yang berhasrat untuk terbebaskan dari penderitaan dunia, maka perlu untuk melampaui dualitas. Yaitu melampaui segala dualitas psikologis yang selama ini menjadi sumber penderitaan.
Bagaimana caranya? yaitu salah satunya dengan menyelami hakikat keberadaan. Hakikat Tuhan dalam bahasa religinya. Dengan memahami hakikat kebenaran Tuhan yang sejati, manusia akan mulai tersadar apa sebenarnya di balik perwujudan dunia fisik yang nampak ini?
Jika dalam ilmu fisika quantum dijelaskan bahwa segala sesuatu yang berwujud materi, memiliki kesamaan bahan pembentuk di wilayah yang sangat micro. Yaitu masing-masing benda fisik tersusun atas proton, elektron dan neutron. Lebih halus lagi, di balik proton, elektron dan neutron, ada bahan pembentuk yaitu energi dan vibrasi. Di sebalik itu, ada bahan yang lebih halus lagi, yang pada intinya segala sesuatu yang berbentuk materi, bermula dari bahan non materi yang sama.
Hal ini sejalan dengan pengetahuan dari para pelaku spiritual, dari berbagai aliran agama dan spiritual. Setelah saya pelajari dari berbagai ajaran spiritual baik islam, hindu, budha, jawa, sepertinya memiliki satu kesimpulan yang sama dalam mengenal sumber dari segala sumber yang kasat mata maupun tak kasat mata. yaitu segala sesuatu bersumber dari yang satu, yaitu yang Maha Esa.
Ketika manusia, bisa memahami bahwa segala sesuatu berasal dari yang Tunggal, maka dualitas tidak lagi menjadi pengganggu. Karena sudah mampu melampaui dualitas, dan bisa menyelami singularitas. Yaitu Ke-Esaan.
Penjelasan ini barangkali menjadi sulit dipahami, namun saya pun menuliskan ini dengan pemahaman saya saat ini. Dan dengan pemahaman ini, saya lebih bisa menerima kehidupan ini tanpa menjadikannya duka dan derita. Dan saya lebih bisa menyebarkan rasa welas asih, karena menyadari kita semua ada karena belas kasih Allah swt. Seringkali kita menanam dan mempertahankan benih-benih kebencian, benih ketidaksukaan, benih permusuhan, karena kita tidak sadar bahwa kita sebenarnya saling terhubung, dan kita sebenarnya berasal dari dzat yang satu. Ketika bisa menyadari itu, maka kita hanya bisa melihat cinta pada setiap wujud segala sesuatu.
Wallaohu’alam bishshowab.