Banyak diantara kita mencari jawaban atas pertanyaan bagaimana mengubah kehidupannya menjadi lebih baik? Segala ilmu dilahap, segala kelas diikuti, segala buku dibaca, segala vidio pembelajaran disimak. Namun, kita seringkali masih mengeluh. Karena belum mencapai perubahan yang signifikan sesuai yang diharapkan.
Mau melakukan hal-hal tersebut di atas, tentunya jauh lebih baik dibanding mereka yang tidak. Tapi alangkah baiknya jika kita melakukan introspeksi ke dalam diri sendiri. Selain faktor takdir, barangkali ada hal-hal yang belum kita sempurnakan untuk digenapkan.
Pertama, barangkali selama ini kita masih menyerap keilmuan itu baru dalam tataran konsep. Jadi belum meresap dalam pola berfikir kita, sehingga juga belum mampu menggerakkan perubahan perilaku. Jadi, kenapa kita belum merasakan perubahan? ya barangkali karena kita belum mempraktekkan ilmu-ilmu itu.
Jangankan mengubah hasil, mengubah pola pikir saja, kadang butuh proses yang lama. Karena mungkin sedari kecil otak kita sudah dimasukki hal-hal yang tidak memberdayakan, jadinya mengubah pola pikir dengan sesuatu yang memberdayakan butuh proses yang tidak sebentar. Maka dari itu, pola asuh dan pola didik di masa kanak-kanak ini sangat penting. Karena berdampak panjang di masa dewasanya kelak.
Lalu, setelah pola pikir berubah, seberapa itu mampu mendorong perilakunya untuk berubah? kalau belum, berarti masih dalam tataran tahu, tapi belum memahami. Pemahaman baru akan didapat, saat seseorang menjalani.
Nah, saat sudah mau menjalankan, di sinilah dimulai perilaku baru yang memberdayakan. Apa hasilnya sudah dapat dilihat? bisa ya, bisa belum. Tergantung keberuntungan masing-masing.
Namun pada umumnya, hasil akan diperoleh saat perilaku ini sudah menjadi kebiasaan. Kebiasaan baru hanya akan terjadi jika seseorang fokus dan konsisten. Kebiasaan yang memberdayakan ini, yang dilakukan terus menerus akan bertemu dengan sebuah momentum. Disinilah perubahan yang signifikan akan terjadi, yang orang sebut sebagai hasil.
Kenapa perlu dilakukan terus menerus? karena sesuatu yang dilakukan sesekali, belum mampu mengubah materi. Apalagi belum dilakukan sama sekali. Jika mengubah sesuatu yang kasat mata, seperti pola pikir, keyakinan, optimisme, dan sesuatu yang ada di bawah sadar lainnya saja butuh proses, apalagi suatu yang berwujud nyata (materi). Misalnya, anda ingin perubahan dalam hal karier, harta, jodoh, rumah dan lain sebagainya, maka itu semua butuh proses juga. Tidak ujug-ujug datang.
Maka inilah kenapa penting membangun kebiasaan baik. Jika everything is energy, bahwa segala sesuatu itu energi yang tidak bisa diciptakan atau pun dimusnahkan, hanya berubah bentuk, maka untuk mendapatkan suatu hasil juga musti ada pertukaran energinya. Jika konversi energi yang anda keluarkan melalui kebiasaan baik ini cukup, maka tujuan anda baru akan mewujud nyata. Kebiasaan baik ini, berfungsi sebagai pertukaran energinya.
Lalu kebiasaan baik seperti apa yang musti dilakukan? tentunya sesuai dengan tujuan dan hasil yang ingin diharapkan. Namun, yang berlaku umum bisa jadi seperti, sedekah, sayang keluarga, membantu orang lain, berbuat kebaikan untuk orang lain, kualitas bekerja melebihi tugas, mengoptimalkan waktu dan lain sebagainya.
Saya jadi teringat, kenapa dalam ajaran agama, diajarkan untuk disiplin dalam hal ibadah sejak kecil. Ternyata selain dalam rangka untuk mengenalkan diri pada sang pencipta melalui ritual yang dibiasakan sedari kecil, hal ini juga berfungsi untuk membangun kebiasaan baik. Sehingga saat dewasa, tidak kesulitan dalam mendisiplinkan diri sendiri. Karena kebiasaan yang baru dilakukan ketika dewasa, jauh lebih sulit dibanding jika sudah dibiasakan sedari kecil.
Kedua, jika perbuatan fisik kita mampu mengkonversi energi, maka ada yang lebih kuat kekuatan konversinya, yaitu perbuatan hati. Jika kita sudah banting tulang membangun kebiasaan baik namun belum juga berpengaruh signifikan, maka cek kembali kondisi hatinya. Karena segala amal tergantung niat, dalam artian perbuatan fisik kita, tergantung bagaimana hati kita. Jika kita sudah rajin bekerja, tapi hati kita selalu mengeluh, iri dengki, suka menyakiti sesama, penuh amarah, nyinyir, sombong, tidak yakin, pesimis, maka energi kinerja fisik kita, terkuras oleh energi dari hati kita yang kotor. Bukannya plus, bisa jadi malah minus, alias tekor energi. Maka harapan pun jauh panggang dari api.
Maka penting sekali juga untuk membangun kebiasaan baik batin kita. Seperti, banyak bersyukur, optimis, mendoakan orang lain, berserah diri, berbaik sangka, ikhlas, dan lain sebagainya.
Lalu anda bertanya, kenapa ada orang yang tampak beruntung terus dari kecil? tidak perlu bersusah payah membangun kebiasaan baik. Ini akan saya bahas di artikel berikutnya.
Selamat membangun kebiasaan baik, selamat menikmati berkah dari Yang Maha Cinta
Satu tanggapan pada “Membangun Kebiasaan Baik”