Kita sering mendapatkan nasihat, agar selalu berpikir positif. Karena dengan berpikir positif, kita akan menjadi orang yang positif dan bisa dengan mudah mendatangkan sesuatu yang positif juga. Hidup releks, nyaman dan damai. Sebentar. Apakah benar begitu? apakah selalu berpikir positif membuat orang selalu positif, baik dalam berpikir, bertindak maupun berperasaan? dan apakah selalu juga mendatangkan hal yang positif?
Berdasarkan pengamatan, berpikir positif tidak selalu memberikan efek positif. Contohnya saya sendiri. Saya cenderung memiliki bawaan lahir positive thinking, sehingga mudah percaya, mudah khusnudzon, mudah tersentuh dan lain-lainnya. Apa ini tidak baik? tentu saja baik. Namun dalam beberapa kasus, justru terlalu positive thinking bisa menjerumuskan. Saya beberapakali kena tipu bisnis lah, tipu dagangan orang lah, tipu minjemin uang orang dan tidak kembali lah, dan lain-lain. Ini terjadi karena terlalu percaya, terlalu positif. Pasti bisnisnya untung, pasti dagangan yang saya beli dikirim, pasti yang minjem uang mbalikin. Ternyata semua bablas, tak berbekas.
Jadi di sinilah positifnya berpikir negatif. Ketika dalam keadaan tertentu, tidak langsung positif, namun bisa dipakai itu pikiran negatifnya. Misal dalam kasus saya di atas, “Ini bisnisnya beneran apa nipu ya?”, “ini orang dagang beneran, apa bohong ya?”, “ini orang beneran mau mbalikin utangnya, atau cuma memelas lalu ngilang ya?” dengan kita menerapkan pikiran negatif pada situasi dan kondisi yang tepat, justru di situlah positifnya. Kita menjadi lebih waspada, lebih terbuka, lebih bertanggung jawab dan lebih hati-hati.
Contoh lainnya, yaitu suami saya. Jika saya bawaannya memang cenderung positive thingking, suami justru kebalikannya. Beliau cenderung negative thinking, pola berpikirnya. Jadi sebelum bertindak, pikirkan dulu negatifnya. Misal mau ke bandara, biar tidak ketinggalan pesawat berarti harus berangkat jam berapa dari rumah? ini masa pandemi, jika situasi seperti ini terus selama 2 tahun, berarti apa yang bisa dilakukan sekarang? Biar saya tepat waktu saat janji bertemu, berarti apa yang harus dilakukan ya, agar rekan kita tidak menunggu dan membuang-mbuang waktunya? dan lain-lain. Hal ini menjadikan suami saya menyiapkan segala sesuatunya dengan waspada dan terencana. Berbeda dengan saya yang suka ceroboh, saking positifnya.
Fungsi berpikir negatif di sini, menjadikan suami saya menyiapkan apa yang harus dilakukan, dan setelah itu baru feel positifnya dapat. Rasa amannya dapat. Kalau bawaan kita memang negative thingking, lalu suruh dipositif-positifkan tentunya malah jadi saling tolak menolak. Akhirnya bisa bikin galau dan rasa bersalah bisa jadi. Jadi diikuti saja sesuai kecenderungan kita masing-masing, dan kita manfaatkan hal tersebut untuk diri kita bisa merasakan good feeling.
Kecenderungan terlalu berpikir positif itu menyepelekan. Janjian dengan orang, tidak ditepati, santaai. Punya hutang gak dibayar, releeeks. Punya tanggung jawab tidak dikerjakan, tenaaang. Nah di sinilah perlu dipakai berpikir negatifnya. Yaitu memikirkan pihak lain, yang apabila kita tidak menepati, justru memperburuk keadaan.
Dan pada akhirnya, baik positive thingking maupun negative thingking sama-sama dibutuhkan, untuk keseimbangan. Terlalu positif bisa terjerumus, terlalu negatif bisa jadi kaku tidak lentur. Jadi yang utama tentunya Right Thingking, yaitu berpikir benar, sesuai situasi dan kondisi.
Jika anda memiliki kecenderungan negative thinking, jangan khawatir, itu pertanda anda memiliki kewaspadaan yang tinggi. Manfaatkanlah untuk semakin memberdayakan diri anda dengan potensi bawaan berpikir anda itu. Karena berpikir negatif tidaklah salah. Yang kurang tepat, jika berpikir negatif di segala situasi yang membuat anda menjadi cemas, takut, khawatir dan berprasangka buruk berlebihan.
So, mari kita latih cara berpikir kita, menjadi berpikir yang memberdayakan. Baik positif maupun negatif.
Setuju banget! Lebih enakan proaktif daripada positif. 🥰
Tosss mba reni…asal bukan profokatif ya 😀