Lokasi: Kali Kuning, Kaliurang Yogyakarta. Doc. Pribadi
“Adam itu pemaaf sekali ya, kalau aku belum tentu bisa memaafkan istri yang begitu ceroboh. Lha sudah enak-enak hidup di surga, malah minta yang aneh aneh itu Hawa, kan jadi dibuang ke dunia yang isinya nggak enak ini…”
“Lha yang minta teman di surga, lalu diciptakanlah Hawa dari tulang rusuknya sendiri, itu siapa? Ya salah sendiri itu kalau akhirnya sengsara…”
“Oh iya yah, makanya Adam doanya robbana dholamna anfusana…mengakui semua itu atas kedzaliman dirinya sendiri…”
“Tapi kalau Adam tidak ada Hawa, lalu tidak turun dari surga, kita nggak ada dong…?”
“Apik malahan. Bukannya nasib terbaik itu tidak dilahirkan?…Nggak mengalami sengsara…”
“Terus kenapa kita dilahirkan?…”
“Ya salah sendiri mau dilahirkan…menyetujui perjanjian, alastu birobbikum, qoolu balaa syahidna…”
Beginilah kira-kira obrolan saya dan suami siang ini, di lereng bukit Merapi tepatnya di Kali Kuning. Kami sengaja jalan-jalan mencari udara segar ke tengah perbukitan sembari melihat hamparan pohon hijau yang menyejukkan di sekeliling bukit.
Kali Kuning ini bagian dari obyek wisata Kaliurang. Tempatnya sederhana, hanya berupa jembatan kuno yang antik yang dibangun sejak zaman penjajahan belanda. Jembatan yang panjangnya lebih dari 20 meter ini menjadi ikonnya Kali Kuning. Tetapi jembatan yang melintas di Kali Kuning inilah justru daya tarik untuk pengunjung. Karena dari jembatan ini, kami bisa melihat keindahan alam Nusantara yang asli. Perbukitan di lereng gunung Merapi yang ditutupi pepohonan nan hijau segar, sungai yang jernih, bebatuan alam, yang membuat tempat ini cocok sekali untuk merenung. Bermuhasabah di tengah alam.
Duduk di bawah pohon yang rindang di sebuah bangku kayu, sambil mengunyah jajanan yang sengaja dibawa dari rumah untuk dimakan di sini, membuat obrolan kami mengalir begitu saja. Meskipun sesungguhnya kami sering membicarakan hal ini, tetapi kali ini menjadi renungan yang rasanya berbeda, sehingga saya tergerak menuliskannya di sini.
Kenapa kita dilahirkan ke dunia? Untuk apa kita hidup di sini? Jika situasi hidup kita sedang senang, pastinya kita bersyukur. Tetapi jika situasi hidup kita sedang tidak baik, mungkin kita bisa sabar tetapi tidak sedikit yang ingin lari dari situasi itu. “Seandainya saja saya tidak dilahirkan, saya tidak akan merasakan derita ini,” mungkin itu yang ada dibenak kita. Tetapi saat ini, kita ada di sini, apakah begitu asalnya Tuhan melahirkan kita? Kenapa kita manusia musti mengalami suka dan duka? Kalau saja kita lahir di surga, pasti semuanya akan baik-baik saja bukan? Tidak perlu ada dunia yang penuh angkara murka seperti yang kita alami? Baik level rendah sampai level yang berat seperti peperangan.
Yaaa, Allah lebih maha tahu tentang segala sesuatu. Kenapa ada kehidupan di bumi, kenapa ada kita? kenapa ada milyaran manusia dengan cerita hidupnya masing-masing, semuanya hasil kalkulasi yang sangat kompleks dari jutaan bahkan milyaran faktor. Itu semua yang menjadikan kita ada di sini saat ini.
Mendalami tentang penciptaan manusia memang sangat mengasyikkan. Bisa diberikan kesadaran untuk merenungi hidup ini saja suatu keberkahan. Rasanya hidup menjadi semakin dalam ketika kita terus menggali rahasia kehidupan. Karena meskipun sudah bertahun-tahun saya dan suami mendiskusikan hal-hal seperti ini, tetap jawaban terbaik pada akhirnya tentang rahasia hidup ini adalah Wallahu’alam Bisshowab (Allah yang lebih tahu kebenaran yang sesungguhnya).
Ditulis oleh: Zakiyah Darojah