Apakah kita merasakan seperti ini? Sudah merasa jadi orang baik, ibadah sudah, beramal sudah, tidak melakukan kejahatan yang merugikan harta atau jiwa orang lain, tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama dan norma masyarakat, dan lain sebagainya. Tetapi, kenapa hati masih saja gelisah dan penuh kegaduhan? dan seringkali akhirnya muncul dalam rupa emosi-emosi negatif yang sulit dikontrol.
Menurut Buya Syakur Yasin, yang saya suka simak ceramahnya lewat youtube, hati sulit menjadi jernih karena hal-hal sebagai berikut:
1. Suka berprasangka buruk pada orang lain.
2. Setiap kebaikan yang dilakukan selalu mengharapkan imbalan, materi maupun non materi (pujian, pengakuan, penghormatan dan lain lain).
3. Tidak bisa menerima dan memaafkan atas pengalaman hidup yang pahit, yang menyebabkan kekecewaan yang mendalam.
4. Suka menceritakan keburukan-keburukan orang lain pada sesama.
5. Lemahnya iman/keyakinan pada Allah swt, bahwa Dia senantiasa mengawasi, mencatat semua tindak tanduk yang dzohir maupun yang batin.
Ah, benar sekali rasanya nasihat Buya Syakur ini saya kira. Barangkali secara fisik kita tidak memukul, tidak menyakiti, namun secara batin dan lisan, terkadang kita masih khilaf melakukan hal-hal seperti yang disebut di atas. Dan kita tahu, kebahagiaan yang hakiki adalah tenangnya jiwa. Maka jika batin kita masih gaduh, pertanda kita belum merasakan manisnya kebahagiaan dari tenangnya jiwa itu.
Maka dari itu, penting sekali kiranya kita berusaha menjernihkan batin kita dengan melakukan hal-hal yang sebaliknya di atas, yaitu:
- Tidak berprasangka buruk pada orang lain.
- Berbuat kebaikan karena Allah semata.
- Menerima segala pengalaman hidup, sebagai suatu proses untuk pembayaran dan pembersihkan diri kita.
- Menjaga aib orang lain. Tidak menyebarluaskannya.
- Menguatkan iman kepada ALlah swt, bahwa ia senantiasa melihat perbuatan kita yang dzohir maupun yang batin.
Namun, meski kita masih terselubungi dengan kotoran-kotoran batin, sementara kita sudah merasa berusaha berbuat kebaikan dan tidak berbuat kejahatan, jangan membuat kita berputus asa. Itu semua merupakan upaya kita untuk mendekat kepada Allah, agar memiliki batin yang jernih. Dan tentunya terus senantiasa berproses, karena namanya orang hidup kadang memang sengaja atau tidak sengaja melakukan keburukan. Baik lisan, penglihatan, pendengaran, pikiran maupun prasangka hati yang kadang tidak bisa terkontrol.
Namun mudah-mudahan Allah menolong kita, membimbing kita untuk memiliki hati yang jernih, karena kita tak henti untuk berupaya. Seperti sabda Nabi, Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku tergantung persangkaan hamba kepadaKu. Aku bersamanya kalau dia mengingat-Ku. Kalau dia mengingatku pada dirinya, maka Aku mengingatnya pada diriKu. Kalau dia mengingatKu di keramaian, maka Aku akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik dari mereka. Kalau dia mendekat sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Kalau dia mendekat kepada diri-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Kalau dia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (HR bukhari, no. 7405 dan Muslim, no. 2675)
*Catatan pengingat diri