Banyak orang tidak mengira, bahwa kondisi emosi dirinya berbanding lurus dengan kodisi spiritual jiwanya. Maka kedua hal ini sebenarnya saling terkait. Itu sebabnya nabi Muhammad bersabda “Innama bu’istu liutammima makarimal akhlak”(HR. Bukhori), Sesungguhnya aku, diutus untuk menyempurnakan akhlak. Orang yang spiritualnya bagus, pasti akhlaknya bagus, emosinya pasti juga bagus.
Permasalahannya, banyak diantara kita masih bergelut dengan masalah emosi. Emosi sendiri artinya suatu yang bergerak. E-motion: bergerak. Dalam kamus besar bahasa indonesia, emosi diartikan sebagai luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu tertentu. Jadi emosi ini memang naik turun, berubah-ubah sesuai kondisi batinnya. Dan kadang, emosi apa yang muncul dipengaruhi oleh stimulus dari luar.
Emosi ini ada emosi positif, dan ada emosi yang negatif. Emosi positif contohnya: bahagia, suka cita, damai, bersyukur, harapan, dan lainnya. Sementara emosi negatif contohnya: marah, dendam, kecewa, sakit hati, sedih berkepanjangan, takkut, cemas, khawatir dan lain sebagainya. Memiliki emosi positif tentunya sesuatu yang diharapkan oleh setiap orang. Namun pada kenyataannya, banyak orang yang jiwanya dominan diliputi oleh emosi negatif. di sinilah yang menjadi persoalan.
Meskipun pada kenyataannya, kita akan selalu memiliki emosi baik yang positif maun negatif, sebagaimana yang tersebut di atas, bahwa emosi itu bergerak, berubah-ubah, namun jika dominan kita dalam sehari-hari dikuasai oleh emosi negatif, maka banyak sekali dampak yang bisa terjadi. Diantaranya:
- Menjadi beban hidup. Terbayangkan, kita membawa emosi negatif kemana-mana, itu seperti membawa sampah. Bau busuk, berat dan membebani tubuh, pikiran dan hati kita.
- Melukai orang lain. Hurt people hurt people (orang yang terluka akan melukai orang lain)
- Memiliki efek domino. Mengundang efek negatif lainnya yang berkesinambungan. Berpengaruh ke pasangan, anak, rezeki, keharmonisan keluarga dll
- Berimbas pada kesehatan mental dan fisik. Dalam buku You can heal your self, Louise L Hay, meneliti pengaruh emosi kepada penyakit fisik. Suka marah-marah bisa berakibat darah tinggi, khawatir berakibat sakit lambung, stress berakibat sakit jantung, Kebencian yang dalam berakibat kanker dll
- Sulit mencapai batin yang tenang.
Itulah diantara akibat yang bisa terjadi jika seseorang cenderung dominan emosi negatifnya. Oleh karena itulah, mengapa kita perlu mengelola emosi kita sehingga kita memiliki emosi yang stabil.
Lalu bagaimana caranya agar kita mudah mengakses emosi positif, jika kebiasaan kita sehari-hari masih kuat emosi negatifnya? Kita identifikasi terlebih dahulu, bagaimana emosi negatif itu sering muncul? apakah ada luka batin di dalam diri kita, sehingga apabila hal itu tersentuh membuat kita bergejolak dengan respon negatif? atau karakter bawaan kita yang memang seperti itu? atau cara berpikir kita yang keliru terhadap sebuah stimulus?
Kebanyakan orang yang dominan emosi negatifnya disebabkan karena pengaruh pola asuh selama ia tumbuh. Meskipun karakter bawaan dari dominasi fungsi otak juga berpengaruh, tetapi pola asuh ini sangat berpengaruh pada emosi yang sering kita akses.
Jika memang ada luka batin yang membuat kita mudah emosi, maka solusinya disembuhkan.
Jika karena karakter bawaan diri kita, berarti kita perlu mengenali kepribadian dan dominasi cara kerja otak kita, sehingga kita lebih memahami diri sendiri, dan akan lebih mudah dalam mengontrol situasi. dan tentunya akan mudah dalam mengontrol emosinya.
Jika kita emosi karena terpengaruh faktor eksternal, maka perlu berlatih untuk menggunakan nalar yang benar. Sehingga mampu memberikan makna yang benar terhadap segala sesuatu di luar diri kita, dan itu tidak akan mengganggu yang ada di dalam diri kita.
Nah saya tertarik untuk mendalami yang ke tiga ini. Yaitu bagaimana kita menggunakan nalar yang benar, agar emosi negatif tidak menguasai diri kita. Segala sesuatu itu netral, kita sendiri yang memberikan makna apakah itu positif atau negatif. Segala sesuatu di luar diri kita, tidak bisa kita kontrol, mereka berjalan sesuai alamiahnya mereka. Yang bisa kita kontrol adalah persepsi, pemaknaan diri kita atas suatu peristiwa tersebut. Jadi kita perlu menggunakan nalar kita dengan benar, agar mampu mengubah sudut pandang tentang suatu kejadian dengan pemaknaan yang benar. Saat nalar kita bekerja dengan benar, emosi akan stabil. namun saat nalar tidak bekerja, maka emosi yang akan menguasai.
Disinilah terkadang persoalan-persoalan hidup muncul, karena kita tidak mampu mengelola emosi kita. yang saya sebut sebelumnya sebagai efek domino.
Dan jika masih saja ada emosi yang muncul, meskipun kita sudah berusaha memakai nalar kita untuk memberikan makna yang benar, maka bisa dilakukan hal ini. Yaitu
- Akui bahwa memang ada emosi yang sedang bergejolak
- Memberi jeda, tidak langsung reaktif terhadap stimulus yang datang
- Bertanggungjawab sepenuhnya atas emosi diri kita sendiri. Tidak menyalahkan pihak lain
- Menerima emosi yang datang itu
- Memaafkan diri sendiri
- Lakukan gerak tubuh (wudu, mandi, olah raga, beberes rumah, dll)
- Perbaiki hubungan dengan Allah (sholat, puasa, dzikir, sedekah dll)
Yang utama dalam mengelola emosi, bukanlah kita sama sekali tidak pernah memiliki emosi negatif. Namun, mudahnya kita mengubahnya dari yang negatif menjadi positif atau netral. Yang bisa menjadi persoalan adalah kita menggenggam emosi negatif itu terlalu lama.
Sebagaimana saya sebut di atas bahwa emosi seseorang berbanding lurus dengan tingkat spiritual, maka ia yang mampu mengelola emosinya, pasti juga secara bersamaan meningkat spiritualnya. Ia akan menjadi orang yang ikhlas, penuh syukur, dan juga berserah diri.