Mental Kaya vs Gengsi

 

Memiliki mental kaya atau mental berkelimpahan, menjadi faktor utama jika seseorang ingin benar-benar memiliki keberlimpahan dalam hidup. Cara pertama yang perlu dibenahi jika ingin memiliki mental kaya adalah dengan mengikis mental miskin. Silakan simak di catatan saya tentang mental miskin di sini. 

Karena mental miskin itu semacam program yang terinstal semenjak anak-anak, bahkan bisa jadi semenjak dalam kandungan, maka agar seseorang bisa mengubahnya menjadi mental kaya perlu latihan. Dan dengan latihan ini tidak membuat seseorang ujug-ujug akan berubah dengan cepattapi butuh proses yang panjang tentunya.

Sebagaimana mental miskin ini terinstal semenjak kecil, melalui paparan lingkungan yang terus-menerus. Yaitu dari orangtua, saudara, teman, guru, dan lingkungan sekitar lainnya. Maka agar memiliki mental kaya juga butuh paparan lingkungan yang mendukung, agar karakter tersebut bisa berubah. Maka ada istilah, menjadi seperti apa anda tergantung dengan siapa anda bergaul.

Namun, dalam proses berjalannya seseorang yang berharap memiliki mental kaya, terkadang ada penyakit yang menyusup secara diam-diam, yaitu gengsi. Gengsi ini sebenarnya bagus, yaitu seseorang memiliki harga diri dan martabat sehingga tidak mudah untuk merendahkan dirinya sendiri yang biasanya berujung pada mental miskin itu tadi.

Tetapi gengsi yang kebablasan, bisa menjadi sebuah penyakit. Penyakit yang merugikan orang lain, dan terlebih juga penyakit tersebut akan menggerogoti dirinya sendiri. Jika bermental kaya atau bermental keberlimpahan itu fokus bagaimana memberikan kelimpahan kepada orang lain, sedangkan gengsi lebih pada membesarkan ego pribadi. Maksudnya, orang yang gengsi, melakukan sesuatu agar dirinya mendapat pengakuan orang lain.

Meskipun di permukaan tampak sama, antara yang bermental berkelimpahan dengan yang gengsi, tapi faktor pendorong atau motivasinya berbeda. Yang satu benar-benar karena dermawan misalnya, yang satunya karena ingin dianggap kaya. Yang satu tulus dalam melakukan, yang satu karena pamer, misalnya.

Contohnya, jika orang yang memiliki mental berkelimpahan ringan tangan dalam berbagi, memberi hadiah, beramal, suka belanja melarisi dagangan orang-orang, membantu sesama dan lain-lain karena dorongan ketulusan. Tetapi mereka yang gengsi, melakukan itu semua karena agar orang lain menghormatinya, menganggap dia mampu, agar diakui, agar dianggap lebih tinggi dan lain sebagainya.

Karena faktor pendorongnya berbeda, pada akhirnya hasilnya pun bereda. Kehidupan akan menangkap getaran terdalam dari niat seseorang, bukan hanya dari perilaku yang terlihat. Maka, orang yang gengsi akan menuai penyakit yang lama kelamaan akan mengganggu kehidupannya sendiri.

Orang gengsi akan melakukan segala cara untuk mendukung perilakunya yang ingin terlihat kaya. Misalnya, berani berhutang demi memiliki mobil bagus agar dihormati rekan dan koleganya. Jika mampu membayar hutangnya tentu tidak masalah, namun seringkali hal itu karena memaksakan diri, akhirnya tidak bisa memenuhi kewajibannya membayar hutang.

Berani menipu orang lain untuk mendapatkan harta, agar dirinya tampak terus memiliki uang. Berani mengkredit barang-barang mahal untuk memenuhi life stile-nya. Mengesampingkan kebutuhan primer, demi memenuhi kebutuhan tersier untuk keperluan gengsinya. Bahkan ada yang pelit sekali terhadap keluarga, tetapi sangat royal dengan teman-temannya, hanya agar tetap dihormati dan diakui orang lain. Dan lain-lain contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari yang sering kita lihat.

Perilaku-perilaku gengsi ini, akan sangat merugikan orang lain. Orang yang dihutangi tidak dibayar, orang yang ditipu, keluarga yang terdzolimi dan lain-lain. Juga akan sangat merugikan dirinya sendiri karena otomatis, ia akan selalu kemrungsung memikirkan bagaimana cara agar terus tampak kaya tampak berkelimpahan, namun pada kenyataannya ia sesungguhnya hanya memaksakan diri.

Jika sudah begini, maka orang tersebut akan terus terhanyut dalam lingkaran setan gengsi yang tidak putus-putus. Dan itu akan semakin merugikan orang lain yang lebih banyak, juga akan merugikan dirinya sendiri karena akan terus tergerogoti penyakit gengsi ini. Bahkan bisa terjerumus pada lingkaran hutang yang tidak putus. Gali lobang tutup lobang terus menerus.

Satu-satunya jalan untuk memutus lingakar gengsi ini, tentunya dengan menyadari kemampuan diri dan tidak perlu memaksakan diri untuk tampak wow. Buka topeng diri apa adanya. Dan tidak perlu malu mengakui bahwa memang belum mampu. Karena bermental kaya bukan berarti harus menunjukkan kaya harta, tapi dimulai dulu dari sikap dan perilaku yang “kaya”.

Ini yang sering tidak disadari oleh orang-orang yang sedang berusaha memiliki mental kaya. Banyak jebakan dimana-mana, termasuk gengsi. Dalam benak ingin memiliki mental kaya, tapi terjerembab dalam mental gengsi.

Waspadalah! Waspadalah! 🙂

 

Mental Kaya vs Gengsi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke Atas