Menu Pilihan

Zakiyah Darojah

Love, Joy, Peace & Blessed

Tamak, Jalan Menguapnya Kekayaan

Selalu ada jebakan dalam perjalanan kehidupan manusia. Maka orang jawa punya pepatah adiluhung yang cocok untuk diterapkan dalam segala situasi, yaitu eling lan waspodo. Artinya sadar dan waspada. Maksudnya, dalam hidup sehari-hari dianjurkan untuk terus sadar tidak lalai, juga waspada penuh kehati-hatian dan siap siaga.

Ya, petuah ini tentunya tercetus berdasarkan pengamatan orang jawa yang waskita. Karena perjalanan hidup seseorang memang selalu dalam persimpangan nasib, keputusan yang diambil dalam kondisi eling lan waspodo diharapkan membawa seseorang menuju keselamatan.

Nah, jebakan yang kadang tidak disadari oleh orang-orang itu bernama tamak. Tamak artinya keinginan yang berlebihan dalam memperoleh harta benda yang sudah menuju pada sifat serakah. Ingin mendapatan keuntungan yang lebih banyak dan lebih banyak lagi.

Memang, orang yang ingin terus berkembang, itu sangat membutuhkan memiliki visi. Semakin besar visi, semakin besar target yang harus dicapai. Namun, visi yang tidak didasari dengan kesadaran eling lan waspodo, bisa membuat seseorang terjatuh dalam keterpurukan harta.

Saya menjadi saksi langsung orang yang saya kenal. Bagaimana dia yang hidupnya sudah nyaman, sudah cukup, tinggal dijalankan apa yang ada dengan kreatifitas-kreatifitas agar terus berjaya. Tetapi ia memilih memiliki keinginan keinginan meraup lebih banyak di luar batas, tanpa memperhatikan kemampuan. Bahkan akhirnya sampai memakan harta orang lain. Di sinilah perbedaan antara yang memiliki visi besar dan tamak. Mungkin dia awalnya menyebut dirinya sendiri memiliki visi yang besar. Namun saat visi tidak dibarengi kesadaran, akhirnya jatuhnya menjadi tamak.

Sifat tamak, membuat seseorang lalai dengan perhitungan dan sinyal-sinyal. Semua ditabrak saja demi tercapainya target dengan singkat. Apa hasilnya? ternyata apa yang dia kejar tidak didapatkan, malah apa yang sudah dia miliki hilang semua demi membayar kerugian-kerugian. Akhirnya yang ada tinggallah penyesalan.

Memang semua barangkali sudah menjadi garis takdir. Namun sebagai makhluk, manusia boleh mengikhtiarkan nasib terbaiknya. Dengan pengetahuan ini, barangkali jalan keselamatan lebih mudah ditunjukkan dan kita jalani. Dan saya rasa, contoh-contoh dari kasus yang saya ketahui di atas, bukan hanya dialami oleh satu dua orang, tapi banyak orang. Dan ini menjadi pelajaran yang nyata untuk kita semua.

Lalu apakah tidak boleh, memiliki kekayaan harta yang lebih banyak? tentu saja boleh-boleh saja. Tuhan maha kaya, pastinya Dia menyukai orang yang bersungguh-sungguh berusaha mendapatkan rezeki yang banyak. Namun jika saya mengamati orang-orang yang semakin kaya hartanya dan ia selamat, selalu memiliki satu ciri. Yaitu, mereka tidak berambisi memiliki banyak harta untuk kepentingan dirinya sendiri. Tapi mereka memiliki visi bahwa saat hartanya semakin banyak itu, hartanya digunakan untuk kepentingan orang lain yang lebih banyak lagi.

Maka kita bisa melihat, mereka yang hartanya banyak dan awet, adalah mereka yang sangat banyak dalam berbagi. Membantu mengentaskan kemiskinan, membuat sekolah-sekolah untuk pendidikan, membantu pendidikan anak-anak yang tidak mampu, membuat pesantren, membuat rumah ibadah, membuka lapangan pekerjaan untuk banyak pencari kerja, dan lain sebagainya.

Barangkali intinya agar tidak terjerumus ke dalam sifat tamak, maka saat membuat cita-cita menambah kekayaan, perlu dibarengi dengan niat berbagi yang lebih banyak juga. Kalau sudah meraup banyak harta, hartanya mau untuk apa? dengan begini mudah-mudahan ketamakan tidak akan menjerumuskan kita yang bisa berakibat menguapnya semua harta yang sudah dimiliki. Akan tetapi justru semakin menaikkan kemuliaan hidup kita. Karena harta bukan sebagai tujuan, tapi sekedar alat saja. Sehingga mudah-mudahan kita selalu dikaruniai harta yang berlimpah, yang juga barokah.

Tamak, Jalan Menguapnya Kekayaan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke Atas