Hening, sering diartikan sebagai sunyi atau tenang. Dan di sini, yang dimaksud hening adalah diam. Diam dari ucapan, diam dari tindakan, juga diam dari pikiran, sehingga yang ada adalah kesunyian atau ketenangan. Menyelami keheningan berarti memusatkan kesadaran dengan mengkondisikan tubuh, pikiran dan hati untuk berhenti sejenak sampai merasakan ketenangan di dalam batin terdalam kita.
Seringkali kita tidak menyadari bahwa hening ini memiliki manfaat yang sangat besar. Ia bisa digunakan sebagai moment istirahat bagi tubuh, jiwa dan pikiran, dari keriuhan aktivitas sehari-hari. Dengan melakukan hening, kita memberikan waktu sejenak bagi tubuh, jiwa dan pikiran untuk beristirahat. Namun tetap dalam kondisi sadar, alias tidak tertidur.
Kelelahan baik kelelahan tubuh, pikiran dan mental seringkali karena seseorang tidak pernah memberikan waktu istirahat bagi bagian tubuh kasar dan halusnya. Meskipun merasa sudah beristirahat, misalnya tidur, ia tetap merasa kemrungsung, atau kondisi pikiran dan batin yang terus bergejolak. Jika dibiarkan, tentu saja hal itu akan menganggu bagi ketentraman lahir batinnya.
Berlatih hening bisa dilakukan kapan saja. Sesaat sebelum tidur, sesaat setelah bangun tidur, saat beribadah, atau jeda antar aktivitas yang biasa dilakukan. Bisa diawali dengan merasakan nafas, memejamkan mata, mengamati lintasan-lintasan pikiran, merasakan alam sekitar dan lain sebagainya, hingga merasakan kenyamananan yang dalam. Waktunya bebas. Bisa 30 detik, 1 menit, 10 menit atau semakin lama juga semakin baik. Inilah bagi yang beragama islam, dalam sholat ada tuma’ninah, yaitu diam sejenak. Bisa dimaknai sebagai moment untuk hening. Nah di luar sholat, bisa dilakukan juga moment hening kapan pun diperlukan.
Hening juga bisa dimaknai, sebagai moment merasakan keterhubungan dengan sumber segala yang ada yang bermula dari ketiadaan. Dan ketiadaan bukan berarti tidak ada, tapi justru dari sanalah segala sesuatu baik yang kasat mata maupun tak kasat mata mengada.
Kita bisa memerhatikan sejarah, orang-orang yang mendapatkan wahyu, atau terilhami sebuah penemuan yang sangat berpengaruh di dunia ini, mereka datang dari buah keheningan. Contohnya, nabi Muhammad yang menerima wahyu dan menyebarkan ajaran yang diterimanya itu, setelah melakukan laku hening di gua Hira. Siddartha Gautama, juga mendapatkan pencerahan, dan terilhami mewartakan ajarannya setelah bermeditasi lama di hutan. Archimedes, Isaac Newton, Albert Einstein, dan para ilmuwan penemu, semuanya adalah praktisi hening. Mereka menemukan inspirasi penemuannya, dalam keheningan. Demikian pula para sufi seperti Imam Alghozali, Jalaludin Rumi, Abdul Qodir Jailani, yang menemukan jalan-jalan cinta menuju Tuhan, melalui laku hening. Dan contoh-contoh lainnya, yang bisa kita amati, hingga zaman ini.
Jadi, segala karya yang besar selalu lahir dari keheningan. Tidak pernah ada karya yang abadi yang datang dari keriuhan. Karena dalam hening, seseorang terhubung dengan sumber inspirasi.
Lalu, apakah ketika melakukan hening, berarti tidak berbuat apa-apa?
Tunggu dulu. Hening adalah moment istirahat. Tentunya yang namanya istirahat adalah moment yang dilakukan sebagai jeda antar aktivitas. Memang akan sangat bagus sekali, ketika bisa terhubung dengan sang Maha Pencipta setiap saat. Dan jika kita sadari, apa pun yang bisa kita lihat, yang kita rasakan, yang kita dengar dan lain sebagainya ya itu ciptaann-Nya. Dan setiap kita terhubung dengan ciptaann-Nya sebenarnya kita terhubung juga dengan Sang Pencipta. Namun kesadaran ini, tentunya seringkali luput dari kita. Oleh karenanya, memanfaatkan moment-moment tertentu untuk hening, akan sangat membantu kesadaran kita agar tetap terjaga.
Nah, dalam artian pada umumnya bahwa saat beraktivitas kita tidak melakukan hening, maka tentunya tetap beraktivitas itu sangat penting. Ibaratnya ada saatnya menarik (beraktivitas), ada saatnya melepas (hening/berserah). Seperti bermain layang-layang, ia yang mahir bermain pasti tahu kapan menarik, kapan mengulur layang-layangnya agar si layang-layang tetap terbang mengangkasa.
Seperti juga halnya dengan nafas sebagai tanda manusia itu hidup. Dalam bernafas, ada saatnya menghirup udara ada saatnya menghembuskannya. Nah, Hening ini bisa dimaknai juga sebagai moment untuk melepas.
Nah, yang diharapkan demikian, ada saatnya menarik ada saatnya melepas. Kemahiran kapan menarik dan melepas ini yang menjadi pola keseimbangan, agar tetap hidup seimbang. Meskipun bagi orang khusus yang sudah ahli, dalam beraktivitas juga dalam hening, dalam menarik juga dalam melepas, dalam setiap tindakan juga dalam keberserahan.
Barangkali ini yang disebut sebagai orang yang yang sudah bisa melakukan sholat daim. Yaitu orang yang bisa melakukan sholat terus menerus, dalam keadaan duduk, berdiri maupun tidur. Sudah mampu terhubung dengan Allah swt secara terus menerus. Nah bagi orang umum seperti kita, memahami kapan saatnya menarik dan kapan saatnya melepas, perlu untuk dilatih.
Dan justru, ia yang biasanya rutin masuk dalam keheningan, biasanya memiliki banyak inspirasi untuk berkarya. Seperti dicontohkan di atas. Jadi, saat buntu tidak ada ide, barangkali butuh hening. Terhubung dengan Sang sumber inspirasi.
Dalam hadis qudsi disebutkan, “Aku adalah perbendaharaan tersembunyi. Aku ingin dikenali. Maka Kuciptakan makhluk agar mereka mengenaliKu’. Dalam keheningan-Nya, Tuhan berkreasi dengan mencipta segala sesuatu yang tiada batasnya.
Demikian pun manusia yang diberi percikan sifat daya cipta, maka ada saatnya hening (kosong), ada saatnya berkreasi dalam karya. Karena dalam hening ada daya kreasi tak terhingga, yang berasal dari Daya-Nya.
wallahu’alam bishshowab…..
Satu tanggapan pada “The Power of Hening”